Secara bahasa I’tikaf diambil dari kata dasar al ‘Ukuuf:
‘a-ka-fa, ya’-ku-fu. artinya “mempersembahkan, mendedikasikan, mulai bekerja, menekuni, disibukkan dengan...” [1]
Secara istilah, Itikaf artinya tinggal diam di masjid dengan niat yang khusus.[2] Hukum asalnya adalah sunnah. Tetapi menjadi wajib jika dinazari.
Dalam Hadits Sahih al-Bukhari, diriwayatkan,
dari Ibnu Umar, bahwasanya Umar mengatakan; 'wahai Rasulullah, saya bernadzar semasa jahiliyah untuk beri'tikaf dimasjidil haram! ' Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "penuhi nadzarmu!" (H.R. Bukhari) [3]
Tempat I'tikaf adalah di Masjid
Allah Ta'ala berfirman:
Dan ingatlah ketika Kami jadikan Rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat aman. Dan jadikanlah tempat berdiri Ibrahim itu tempat shalat. Dan Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Sucikanlah rumah-Ku itu untuk orang-orang yang tawaf, yang I’tikaf, yang rukuk dan yang sujud.” (Al-Baqarah [2] :126)
Waktu I'tikaf
(a) 10 hari di akhir Ramadhan
Dalam Hadits Sahih al-Bukhari, diriwayatkan,
dari 'Aisyah radliallahu 'anha, isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri Beliau beri'tikaf setelah kewafatan Beliau (saw). (H.R. Bukhari) [4]
(b) 20 hari di akhir Ramadhan
Dalam Hadits Sahih al-Bukhari, diriwayatkan mengenai pelaksanaan I'tikaf selama 20 hari,
dari Abu Hurairah ia berkata; "Biasa Jibril mengecek bacaan Al Quran Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sekali pada setiap tahunnya. Namun pada tahun wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, Jibril melakukannya dua kali. Dan beliau Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf sepuluh hari pada setiap tahunnya. Sedangkan pada tahun wafatnya, beliau beri'tikaf selama dua puluh hari."(H.R. Bukhari) [5]
(c) 10 Hari di Awal Bulan Syawal
Dalam Hadits Sahih al-Bukhari, diriwayatkan pernah sesekali I'tikaf dilaksanakan selama 10 hari di awal bulan Syawal,
...Maka Beliau bersabda: "Apakah mereka mengharapkan kebajikan dengan tenda-tenda ini?. Aku tidak akan beri'tikaf". Maka Beliau pulang ke rumah. Setelah Lebaran 'Idul Fithri Beliau i'tikaf sepuluh hari di bulan Syawal.” (H.R. Bukhari) [6]
(d) Waktu Memulai I'tikaf adalah Setelah Shalat Shubuh
Dalam Hadits Jami' at-Tirmidzi, diriwayatkan,
Dari 'Aisyah berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam jika hendak beri'itikaf, beliau shalat shubuh terlebih dahulu kemudian memasuki tempat 'itikaf." (H.R. Tirmidzi) [7]
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
Beberapa hal yang hendaknya diperhatikan ketika melakukan I'tikaf, diantaranya:
Tidak Boleh Bercampur dengan Istri
Allah Ta'ala berfirman,
“Dan janganlah kamu campuri mereka [istri-istrimu] itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa”. (QS Al Baqarah [2]: 188)
Hendaknya Dilaksanakan di Masjid yang Besar.
Hadhrat Aisyah r.a. menasehatkan,
“...Dan tidaklah i’tikaf itu kecuali di masjid yang besar” (H.R. Abu Dawud) [8]
Mungkin saja hal ini bisa disebabkan, jika ber i’tikaf di masjid yang kecil, maka akan memakan ruang sehingga para jamaah lain kesulitan untuk melaksanakan ibadah shalat.
Tetap Berpuasa dan Tidak Keluar Kecuali Kebutuhan yang Mendesak
Hadhrat 'Aisyah memberikan nasehat,
Dari Aisyah bahwa ia berkata; yang disunahkan atas orang yang beri'tikaf adalah tidak menjenguk orang yang sedang sakit, serta tidak mengiringi jenazah serta tidak menyentuh wanita, tidak bercampur dengannya dan tidak keluar untuk suatu keperluan kecuali karena sesuatu yang harus ia lakukan. Dan tidak ada i'tikaf kecuali disertai puasa dan tidak ada i'tikaf kecuali di Masjid yang padanya dilakukan shalat Jum'at. (H.R. Abu Daud) [9]
Boleh Mengqodho I'tikaf Tahun Sebelumnya
Dalam Hadits Jami' at-Tirmidzi, diriwayatkan,
dari Ubai bin Ka'bin, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beri'tikaf sepuluh hari Bulan Ramadhan, dan beliau tidak beri'tikaf satu tahun. Kemudian tatkala pada tahun mendatang beliau beri'tikaf selama dua puluh malam. (H.R. Abu Dawud) [10]
Mengencangkan Sarungnya, Menghidupkan Malam dan Membangunkan Keluarganya
Dalam Hadits Sahih al-Bukhari, diriwayatkan,
dari 'Aisyah radliallahu 'anha berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bila memasuki sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan), Beliau mengencangkan sarung Beliau, menghidupkan malamnya dengan ber'ibadah dan membangunkan keluarga Beliau". (H.R. Bukhari) [11]
I'tikaf Istri itu Harus Seizin Suami
Dalam Hadits Sahih al-Bukhari, diriwayatkan,
dari 'Aisyah radliallahu 'anha bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberitahu bahwa Beliau akan beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Lalu 'Aisyah radliallahu 'anha meminta izin kepada Beliau (untuk membuat bangunan (tenda) khusus) maka dia diijinkan. Kemudian Hafshah meminta 'Aisyah radliallahu 'anha agar memintakan izin kepada Beliau untuknya lalu dilakukan oleh 'Aisyah radliallahu 'anha. Ketika melihat hal itu, Zainab binti Jahsy memerintahkan pula untuk membuatkan tenda, maka tenda itu dibuat untuknya. 'Aisyah radliallahu 'anha berkata: Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bila telah selesai dari shalat, Beliau kembali ke tempat khusus i'tikaf. Maka Beliau melihat ada banyak tenda, lalu berkata: "Apa ini?" Mereka menjawab: "Ini tenda-tenda milik 'Aisyah, Hafshah dan Zainab". Maka Beliau bersabda: "Apakah mereka mengharapkan kebajikan dengan tenda-tenda ini?. Aku tidak akan beri'tikaf". Maka Beliau pulang ke rumah. Setelah Lebaran 'Iedul Fithri Beliau i'tikaf sepuluh hari di bulan Syawal. (H.R. Bukhari) [6]
Referensi
- ↑ Kamus Alma'any dari kata 'a-ka-fa
- ↑ Fiqih Empat Madzhab I (Arab), hlm.493
- ↑ Hadits Shahih Al-Bukhari, Kitab Sumpah dan Nadzar, Bab Semasa jahiliyah bernadzar untuk tidak mengajak bicara
- ↑ Hadits Shahih Al-Bukhari, Kitab I'tikaf, Bab Iktikaf di sepuluh hari terkahir
- ↑ Hadits Shahih Al-Bukhari, Kitab Keutamaan Al Quran, Bab Jibril membacakan Al-Qur'an kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam
- ↑ 6,0 6,1 Hadits Shahih Al-Bukhari, Kitab I'tikaf, Barangsiapa berniat untuk iktikaf kemudian mempunyai keinginan untuk keluar (tidak melanjutkan)
- ↑ Hadits Jami' At-Tirmidzi, Kitab Puasa, Bab I'tikaf
- ↑ Hadits Sunan Abu Dawud, Kitab Puasa, Bab Orang yang iktikaf menjenguk orang sakit
- ↑ Hadits Sunan Abu Dawud, Kitab Puasa, Bab Orang yang iktikaf menjenguk orang sakit
- ↑ Hadits Sunan Abu Dawud, Kitab Puasa, Bab al Iktikaf
- ↑ Hadits Shahih Al-Bukhari, Kitab Shalat Tarawih, Bab Beramal disepuluh hari terakhir