Kesetiaan Kepada Khilafat
Arti Setia
satya artinya benar, autentik, murni, setia, jujur. Arti yang lainnya adalah berpegang teguh (pada janji, pendirian, dan sebagainya); patuh; taat. Arti berikutnya adalah tetap dan teguh hati (dalam persahabatan dan sebagainya). [1]
Arti Khalifah
Khilafat atau Khilafah berarti suksesi atau penggantian, dan Khalifah adalah penerus seorang Nabi Allah yang tujuannya adalah melanjutkan tugas-tugas reformasi dan tarbiyat akhlak yang disemaikan oleh Nabi.[2] Al-Qur’an secara spesifik menggunakan istilah khulafa untuk mengindikasikan perlakuan khusus Allah Ta’ala kepada orang-orang, tidak hanya dengan menganugerahkan kepada mereka kekuatan dunia, tetapi secara lebih spesifik sebagai anugerah rohani yang diberikan kepada mereka yang bertakwa. Dalam pengertian ini, untuk mendapatkan karunia khilafah, diperlukan kewaspadaan untuk menghadapi berbagai bentuk ujian dan cobaan bagi orang-orang yang bertakwa (QS 6:166 dan 10:15).[3]
Jamaah pengikut Nabi Allah terus memelihara akidah dan sunnah-sunnah di bawah berkat lembaga Khilafah selama Allah kehendaki.
Hazrat Mirza Bashir Ahmad ra menulis:
Tuhan Yang Maha Kuasa melakukan segala sesuatu melalui kebijaksanaan dan pandangan ke depan, dan selalu memiliki alasan dan logika yang baik di baliknya. Menurut hukum alam, manusia hanya memiliki rentang hidup yang terbatas, namun tugas perbaikan dan pembinaan masyarakat membutuhkan waktu yang lebih lama. Jadi, Allah telah menegakkan sistem Khilafah setelah sistem Kenabian. Khalifah meneruskan dan menjalankan tugas Nabi. Benih yang disemaikan oleh Nabi dilindungi dan dipelihara oleh Khalifah sampai menjadi pohon yang kuat dan kokoh. Ini menunjukkan bahwa sesungguhnya Khilafah adalah cabang atau ranting dari sistem Kenabian, karena itulah Rasulullah saw bersabda bahwa setelah setiap Nabi berlalu, sistem Khilafah didirikan.[4] [2]
Khilafah Ahmadiyah merupakan sebuah lembaga yang murni memiliki tujuan menuntun manusia kepada jalan ketakwaan, membawa persatuan bangsa-bangsa di dunia, dan untuk menciptakan perdamaian dan keamanan dengan cara menjaga kemerdekaan, kehidupan dan kehormatan seluruh umat manusia! Khilafah Ahmadiyah sangat berbeda dalam berbagai hal dengan “khalifah” terdahulu yang bersifat monarki. Khalifah dipilih dengan sarana dan bantuan doa yang berdasarkan kesalehan dan ketakwaan.[3]
Khilafah Ahmadiyah sangat berbeda sekali dengan angan-angan sebagian kelompok Islam yang mamahami Khilafah sebagai kekuasaan politik dan militer di seluruh dunia. Khilafah Ahmadiyah tidak bersifat politik; tetapi bersifat rohani dan keagamaan. Jadi, Ahmadiyah mendukung konsep “pemisahan antara negara dan agama”. Dengan tetap menghormati keinginan beberapa pihak untuk mengambil berbagai macam jenis sistem politik yang sesuai untuk mereka yang baik bagi administrasi publik mereka, Ahmadiyah tidak mengharapkan kekuasaan politik. Walaupun negara Islam yang ideal menghendaki suatu kepala pemerintahan untuk menjalankan kekuasaan sekuler dan keagamaan, lembaga Khilafah dapat dan harus tetap fokus kepada permasalahan akhlak dan kerohanian saja, memberikan tuntunan yang diperlukan oleh para pemimpin politik agar dapat menciptakan keadilan dan keharmonisan sosial.[3]
Sebagai kesimpulan, Khilafah Ahmadiyah telah berhasil muncul sebagai kekuatan utama di kalangan umat Islam lainnya dalam mengikuti sunnah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Khilafah Ahmadiyah bekerja untuk menegakkan keyakinan pada Tauhid Ilahi di seluruh dunia. Khilafah Ahmadiyah mengajarkan Al-Qur’an, dan menyebarkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Khilafah Ahmadiyah berusaha dalam menegakkan persamaan hak diantara orang-orang yang berbeda ras dan suku. Khilafah Ahmadiyah mendorong perubahan akhlak setiap orang, mengajarkan cinta dan saling menghormati. Di atas semua itu, Khilafah Ahmadiyah membantu manusia untuk mewujudkan hubungan yang hidup dan penuh cinta kepada Allah.[3]
Ayat tentang Khilafat
QS 24:56
Allah Ta'ala berfirman,
Artinya, Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari antara kamu dan berbuat amal shaleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu khalifah di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah orang-orang yang sebelum mereka ; dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka, yang telah Dia ridhai bagi mereka; dan niscaya Dia akan menggantikan mereka sesudah ketakutan mereka dengan keamanan. Mereka akan menyembah Aku, dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan Aku. Dan barangsiapa ingkar sesudah itu, mereka itulah orang-orang yang durhaka. (Q.S An-Nuur [24]: 56).[2]
Khilafah berusaha menumbuhkan Tauhid Ilahi agar dapat membuat manusia menjadi orang yang selalu beribadah, beramal saleh, hidup dengan merdeka, dan menciptakan perdamaian.[3]
QS 2:31
Dan ingatlah ketika Tuhan engkau berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi”, akan mereka berkata: “Apakah darah di Engkau menjadikan di bumi orang yang akan membuat kerusakan dan akan menumpahkan dalamnya, padahal kami ber-tasbih dengan pujian Engkau dan kami mensucikan Engkau?” Dia berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqarah:31)
QS 38:27
QS 7:70
QS 7:75
QS 6:166
QS 10:15
QS 27:63
QS 35:39-40
https://ahmadiyah.id/konsep-khilafah-yang-benar-menurut-islam.html
https://ahmadiyah.id/khilafat-ahmadiyah-dan-dunia-islam.html
https://ahmadiyah.id/apakah-khilafah-dalam-islam-untuk-menaklukkan-dunia.html
Hadits tentang Khilafat
Dalam sebuah kitab Hadits terkenal, Musnad Ahmad oleh Imam Ahmad bin Hambal, ada sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Huzaifah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
“Kenabian akan tetap berada diantara kalian selama Allah menghendaki. Kemudian akan berlaku masa khilafah yang mengikuti jejak kenabian (khilafah ‘ala minhajin-nubuwwah), dan akan tetap berada selama Allah berkehendak. Kemudian diikuti masa kerajaan yang merusak (mulkan ‘adhan), dan dia akan tetap berada selama Allah berkendak. Kemudian setelah itu akan muncul kerajaan lalim (mulkan jabbariyyah), dan akan tetap berada selama Allah berkehendak. Kemudian muncul kembali khilafah yang mengikuti jejak kenabian (khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).
Dalam hadits ini, janji khilafah dihubungkan dengan Kenabian pada dua kesempatan yang berbeda. Di antara dua masa khilafah tersebut disebutkan terdapat “kerajaan yang merusak” (mulkan ‘adhan) dan “kerajaan yang lali” (mulkan jabbariyyah). Inilah yang mengarah kepada istilah “Caliphate”. Banyak kerajaan Islam menggunakan istilah “khalifah”, akan tetapi nyatanya mereka menyimpang dari ajaran kenabian.
Bahasa arab menunjukkan hubungan antara khilafah dan kenabian sebagai “khilafah ‘ala minhajin-nubuwwah, yaitu khilafah yang mengikuti jejak kenabian. Ini berarti bahwa penerus sejati dari seorang nabi (Khulafa) akan terus mengikuti sunah dari Nabi tersebut dan memimpin orang-orang beriman dengan cara yang sama sebagaimana Sang Nabi membimbing mereka. Ini menerangkan prinsip bahwa esensi daripada khilafah itu adalah melanjutkan misi dari seorang Nabi. Khilafah dan kenabian memiliki tujuan yang sama. Al-Qur’an menjelaskan bahwa tujuan utama dari kenabian adalah perkembangan akhlak dan rohani umat manusia. Mengenai Rasulullah saw Al-Qur’an menyatakan:
“Kami utus kepadamu seorang Rasul dari antara kamu yang membacakan Ayat-ayat Kami kepadamu dan menyucikan kamu dan mengajar kamu Kitab dan hikmah dan mengajar kamu apa yang belum kamu ketahui.” (2:152).
Ayat ini menjelaskan empat tujuan dari seorang Nabi :
- Membacakan ayat-ayat Allah untuk menguatkan keimanan kepada tauhid Ilahi dan beribadah hanya kepada-Nya.
- Menyucikan jiwa-jiwa dengan memberikan perubahan akhlak dalam perilaku manusia, dengan menciptakan rasa saling mencintai, rasa simpati dan persatuan dalam diri orang-orang yang beriman dan dengan menyingkirkan kecenderungan untuk berbuat dosa dari dalam hati orang-orang yang beriman.
- Mengajarkan Al-Kitab, yaitu Al-Qur’an yang berisi hukum dan perintah-perintah Tuhan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan penuh kebaikan.
- Mengajarkan Hikmah yang menekankan kaidah-kaidah alam dan sosial untuk meningkatkan pengetahuan manusia.
Jadi keempat tujuan ini – yang terkait dengan perkembangan rohani, akhlak, sosial dan intelektual manusia – akan terus menjadi tujuan utama orang-orang yang bertakwa dan khilafah ‘yang dibimbing Allah’ yang mengikuti jejak dari Nabi Muhammad saw.
Pentingnya Khilafat
https://ahmadiyah.id/pentingnya-khilafah.html
Ajaran Islam meletakkan masalah kesetiaan dalam tahapan-tahapan, yang meliputi segala kondisi dan situasi. Dengan demikian, umat muslim tidak memiliki kesulitan, ataupun kebingungan dalam hal ini. Tidak ada rasa cemas, pertentangan maupun kebingungan. Kami dapat tetap percaya diri. Kami tidak perlu merasa malu maupun ragu-ragu dalam menyikapi situasi apapun. Kesadaran yang jelas ini merupakan anugerah dari Tuhan. Kami mengakui hal ini dengan tulus dan rendah hati. Seperti dijelaskan dalam Al-Quran (4:60):
Hai orang-orang yang beriman,taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang yang memegang kekuasaan di antaramu.”
Kalimat bahasa Arab yang berbunyi “memegang kekuasaan di antaramu” jangan diartikan bahwa kesetian kepada pemimpin atau pihak otoritas hanya terbatas pada pemimpin yang beragama Islam. Sesungguhnya tidak. Ayat tersebut mengajarkan mengenai kepatuhan kepada pemerintah ataupun pihak yang bertindak sebagai pemimpin. Kata “dari antara” (dalam bahasa Arab) juga berarti “di atas” atau “pada”. Ayat tersebut mengajarkan mengenai kesopanan serta kedisiplinan dalam hubungan masyarakat. Hal tersebut menjelaskan bahwa kesetiaan terhadap pemimpin merupakan sebuah kewajiban dalam Islam. Pemimpin serta yang dipimpin digambarkan sebagai sebuah kesatuan dalam ayat tersebut. Ayat tersebut juga menjelaskan bahwa, sebuah komunitas atau kelompok selalu terdiri dari para pemimpin dan kaum yang dipimpin. Kaum yang dipimpin memiliki kewajiban untuk mematuhi pemimpin mereka. Dengan demikian, perdebatan dalam memaknai arti dari ayat ini adalah sia-sia; memaksakan pemaknaan ayat ini dengan pendapat bahwa pemimpin yang bisa dipatuhi umat Muslim hanya pemimpin beragama Islam sudah pasti tidak masuk akal.[5]
Masih Mau’ud as, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, menulis tentang makna ayat tersebut dengan sangat jelas:
“Al-Qur’an Suci memerintahkan, ‘Taatlah kepada Allah dan taatlah pada Rasul-Nya, dan taatlah kepada pemimpin diantaramu.’ Orang mukmin harus mematuhi mereka yang menjadi pemimpin, selain kepada Tuhan dan Rasul-Nya. Mengatakan bahwa pemerintah non-Muslim tidak termasuk ‘mereka yang memerintah’ merupakan kesalahan nyata. Karena pemerintahan dan kepemimpinan yang memiliki peraturan yang sejalan dengan syariah (tidak bertentangan dengan syariah) sesungguhnya sah untuk disebut sebagai ‘pemimpin di antara kalanganmu’. Yakni mereka yang tidak bertentangan dengan kita sesungguhnya bersama dengan kita. Al Qur’an sendiri begitu tegas dalam poin tersebut. Kepatuhan terhadap pemerintahan yang resmi merupakan hal yang sangat penting.” [6] [5]
Khilafat dan Ketaatan
Khilafat sebagai Buah Janji Ilahi
Khilafat dan Berkahnya
https://ahmadiyah.id/mengubah-rasa-takut-menjadi-damai-pembentukan-khilafat-dan-berkahnya.html
https://ahmadiyah.id/khotbah/khilafat/berkah-dari-allah
https://ahmadiyah.id/apa-arti-kata-khilafah-mengapa-dianggap-sebagai-sebuah-berkah.html
Khilafat Ahmadiyah Tidak Berpolitik
https://ahmadiyah.id/mengapa-khilafah-ahmadiyah-tidak-memiliki-agenda-politik.html
Khilafat Ahmadiyah Sudah Lebih dari 100 Tahun
https://ahmadiyah.id/pidato-seratus-tahun-khilafah-ahmadiyah-oleh-hazrat-khalifatul-masih-v.html
Bagaimana Memilih Khalifah
https://ahmadiyah.id/siapakah-seorang-khalifah-itu-dan-bagaimana-pemilihannya.html
https://ahmadiyah.id/bagaimana-khalifah-ahmadiyah-dipilih.html
Sebagaimana Allah mengangkat seorang Nabi, Dia juga yang mengangkat seorang Khalifah. Dia memilih orang yang paling layak untuk menjadi seorang Khalifah, dan membimbing golongan mukmin yang bertakwa untuk mewujudkan Kehendak-Nya melalui suatu proses pemilihan Khalifah. Dengan demikian, mungkin tampaknya Khalifah dipilih oleh sekelompok orang bertakwa, tapi sebenarnya Kehendak Allah-lah yang membimbing jiwa mereka untuk memilih Khalifah Pilihan-Nya. Begitu seorang Khalifah terpilih, dia akan menjadi Khalifah seumur hidupnya sebagai bukti hidup dari Kehendak Tuhan.
Khilafah mengukuhkan kekuasaan Allah di bumi, dan Khalifah berjuang untuk menegakkan kekuasaan itu di dalam jamaah pengikutnya. Bagi orang-orang yang beriman, Khilafah adalah perwujudan Tauhid Ilahi, karena mereka memilih untuk menerima kekuasaan Ilahi melalui pribadi Khalifah. Orang-orang beriman mengambil bagian dari berkat Khilafah dengan memegang teguh iman dan amalan-amalan mereka, bersatu di bawahnya.[2]
Referensi
- ↑ KBBI - Kata Setia diakses 8 Juni 2022
- ↑ 2,0 2,1 2,2 2,3 Tentang Khilafah diakses 8-Jun-2022
- ↑ 3,0 3,1 3,2 3,3 3,4 Konsep Khilafah Yang Benar Menurut Islam diakses 8-Jun-2022
- ↑ Buku Selamat Datang di Ahmadiyah
- ↑ 5,0 5,1 Setia Kepada Agama Atau Pemerintah? diakses 8 Juni 2022
- ↑ Works and Speeches, Vol (i), hlm. 261