Nizam Jemaat

Revisi per 24 November 2022 14.27 oleh Isa (bicara | kontrib)

Pertemuan Pertama

Nizam dalam bahasa Arab ditulis An-Nidzoom (النّظام) yang artinya: sistem, disiplin, perintah dan komando [1] dan Nizam dalam bahasa Urdu (نظام) berarti kebiasaan, cara hidup, watak, adat, praktik, perilaku, aturan, regulasi, sistem, pengaturan, urutan, pengaturan.[2]

Jemaat dalam bahasa arab ditulis Jamaa'ah (جماعة) yang artinya: kelompok, badan, masyarakat, komunitas.[3] Dalam bahasa Urdu ditulis Jama'at (جَماعَت) yang berarti kelompok, kerumunan, tubuh, asosiasi, kelas, perkumpulan, komunitas, persaudaraan dll.[4] Sedangkan dalam bahasa Indonesia ditulis Jemaat yang artinya sehimpunan umat atau jemaah.[5]

Penulisan yang lazim dari Nizam Jemaat adalah Nizam-e-Jama'at.[6] Nizam Jemaat secara sederhana berarti Sistem Keseluruhan atau Organisasi Jemaat Muslim Ahmadiyah.

Hadhrat Khalifatul Masih V (atba) menyampaikan, Nizam Jemaat adalah Organisasi Inti kita. Sementara Khudam, Anshar dan Lajnah adalah Organisasi-organisasi Pendukung. Tidak diragukan lagi, Organisasi-organisasi Pendukung juga ada di bawah Khalifatul Masih, dan meminta petunjuk darinya dan menyusun kegiatan-kegiatan sesuai dengan itu. Akan tetapi Nizam Jemaat adalah organisasi utama dan ia lebih tinggi dari pada Organisasi-organisasi lainnya yang didirikan oleh Khalifatul Masih.[7] [8]

Tujuan

Tujuan utama Nizam ini adalah untuk menyatukan para pengikut sejati Hadhrat Masih Mau'ud as, Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian, dalam persaudaraan sedunia sehingga mereka dapat:

  • Merubah diri menjalankan Ajaran Islam yang sesungguhnya
  • Menyebarkan pesan Islam hakiki ke seluruh dunia
  • Melayani umat manusia demi dan keridhaan Allah

Nizam Jemaat ini berdiri pada tanggal 23 Maret 1889, ketika Hadhrat Masih Mau'ud as mengambil bai'at dari sahabat-sahabat dekat beliau. Sejak itu, ketika Jemaat ini terus berkembang dalam ukuran dan kelengkapannya, demikian pula Nizam-e-Jama'at.

Setelah wafatnya Hadhrat Masih Mau'ud as, lima Penerusnya (Khalifah) yang dibimbing oleh Allah Ta’ala telah memimpin dan mengembangkan Nizam ini. Nizam ini dengan demikian adalah buah yang lezat dari Khilafat-e-Ahmadiyya. Nizam ini disebut Nizam Khilafat.[9]

Saat ini, Nizam ini didirikan di lebih dari 200 negara dengan berbagai tingkat perkembangan dan kedewasaannya.

Nizam-e-Jama'at adalah istilah komprehensif yang terdiri dari:

  • Tujuan dan Sasaran
  • Tradisi dan Budaya
  • Tarbiyyat, yaitu bimbingan Akhlak dan ruhani (tentang Ibadah, Gaya Hidup, Interaksi Sosial, Rishta-Nata, dll)
  • Skema (Wasiyat, Tahrik Jadid, Waqfi Jadid, Muballigin dll) dan Kampanye (Tabligh, Kurban, Bakti Sosial dll)
  • Struktur Organisasi (Jemaat-Jemaat & Badan-badan – Lokal, Wilayah, Nasional dan Internasional)
  • Proses dan Prosedur AdministratifKonsultasi (Syura), Hirarki Otoritas, Reformasi (Islah), Peradilan (Qaza) dll.
  • Program dan Prioritas (Jalsah, Ijtima dan Rapat-rapat – Lokal, Wilayah, Nasional, Internasional; Harian, Mingguan, Bulanan, Tahunan)
  • Keanggotaan (Anda, saya dan para Ahmadi lainnya)

Apakah Nizam ini sempurna?

Jawabannya tidak, karena pengurus dari Nizam ini bagaimanapun juga adalah manusia. Namun, tidak seperti sistem atau organisasi lain, akar, masukan, dukungan dan perlindungan dari Nizam ini adalah dari Allah Ta’ala. Nizam ini berjalan untuk kebaikan para anggotanya saat ini dan yang akan datang. Dan kita adalah anggota yang beruntung saat ini karena berada dalam Nizam yang beberkat ini. Kita memiliki kewajiban untuk mematuhinya dan membuatnya lebih baik.[6]

Missi Nizam Jemaat:

Missi ini berasal dari Ilham Hadhrat Masih Mau'ud as pada Juli 1906, yaitu

... يُحْيِ الدِّيْنَ وَيُقِيْمُ الشَرِيْعَةٌ

Artinya: ...Menghidupkan agama dan menegakkan Syariat Islam. [10]

Pertemuan Kedua

Nizam Khilafat

Hadhrat Masih Mau'ud (as) adalah Kudrat Awwal atau Kudrat Pertama.[11] Sedangkan Khilafat itu adalah Kudrat Tsaniyah atau Kudrat kedua. Ini berarti bahwa Nizam Khilafat berdiri (sehari) setelah kewafatan Hadhrat Masih Mau'ud (as) yaitu tanggal 27 Mei 1908.

Hadhrat Masih Mau'ud (as) menyampaikan,

Jangan hendaknya hatimu jadi kusut, karena bagimu perlu pula melihat Kudrat yang Kedua. Kedatangannya kepadamu membawa kebaikan bagimu, karena ia selamanya akan tinggal bersama kamu, dan sampai hari kiamat silsilahnya tidak akan berakhir. Kudrat yang Kedua itu tidak dapat datang sebelum aku pergi; akan tetapi bila aku pergi, maka Tuhan akan mengirimkan Kudrat yang Kedua itu kepadamu, yang akan tinggal bersama kamu selamalamanya; sebagaimana janji Allah Ta’ala dalam “Barāhīn-e-Ahmadiyah”. Dan janji itu bukan untuk aku, melainkan untuk kamu, seperti firman Allah Ta’ala: “Aku akan menjadikan Jemaat ini, yakni pengikutpengikut engkau menang di atas golongan-golongan lain sampai kiamat.” [12]

Pertemuan Ketiga

Apa itu Ketaatan?

Ketaatan berarti kepatuhan, penyerahan, persetujuan, kewajiban, rasa hormat, dan rasa hormat. Menurut Al-Qur'an, ciri orang beriman sejati adalah:

Kami mendengar dan kami patuh. (2:286)

Sikap 'dengar dan patuhi' ini tidak berada di bawah tekanan apa pun. Konteks ayat ini membuktikan bahwa sifat mukmin sejati ini adalah hasil alami dari keyakinan mereka kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, dan Rasul-Rasul-Nya. Sejarah para nabi dan sahabat-sahabat mereka menunjukkan bahwa tingkat dan demonstrasi sifat ketaatan ini berbanding lurus dengan tingkat keyakinan dan keyakinan mereka.

Pernyataan kepercayaan atau kesetiaan belaka adalah sia-sia kecuali disertai dengan ketaatan penuh. Allah memerintahkan Nabi Suci untuk menegur para pengikutnya:

Sumpah tidak; apa yang dibutuhkan adalah ketaatan yang nyata dalam apa yang benar. (24:54)

Di tempat lain dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:

Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di antara kamu. (4:60)

Oleh karena itu, ketaatan penuh pada Nizam-e-Jama'at adalah kewajiban bagi Muslim Ahmadi setelah bai'at mereka. Syarat Bai'at ke-10 berbunyi:

Dia akan masuk ke dalam ikatan persaudaraan dengan hamba Tuhan yang rendah hati ini, berjanji untuk taat kepadaku dalam segala hal yang baik, demi Tuhan, dan tetap setia padanya sampai hari kematiannya. Dia harus mengerahkan pengabdian yang begitu tinggi dalam memelihara ikatan ini seperti yang tidak ditemukan dalam hubungan dan hubungan duniawi lainnya yang menuntut pengabdian yang penuh pengabdian.

Menjelaskan syarat bai’at ini, Hadhrat Khalifatul Masihil Khamis(ab) berkata:

Anda harus ingat bahwa ikatan ini tidak tetap tidak aktif, melainkan harus menjadi lebih kuat setiap hari.

Anda harus patuh tanpa menggerutu. Anda tidak pernah memiliki hak untuk mengatakan bahwa ini dan itu tidak dapat dilakukan atau bahwa Anda tidak dapat melakukan ini dan itu saat ini.

Ketika Anda telah mengambil bai'at dan telah memasuki Nizam-e-Jama'at, Anda telah memberikan semua milik Anda kepada Hadhrat Masih Mau'ud as.

Kondisi ini sedemikian rupa sehingga semakin seseorang memikirkannya, semakin dalam ia tenggelam dalam cinta Hadhrat Masih Mau'ud (as) dan semakin ia menemukan dirinya terikat oleh Nizam-e-Jama'at.

Memperingatkan mereka yang mengambil bai'at pada tanggal 23 Maret 1889, Hadhrat Masih Mau'ud as berkata:

Mengucapkan kata-kata (bai’at) itu mudah, tetapi berlaku adil terhadapnya itu sulit karena setan selalu sibuk membuat manusia lalai dengan imannya. Setan menunjukkan dunia dan manfaatnya berada dalam jangkauan, dan iman jauh. Dengan cara ini, hati menjadi keras dan setiap kondisi berikutnya lebih buruk dari yang sebelumnya. (Dzikir-e-Habib, hal. 436-438)

Oleh karena itu, setelah mengambil bai'at yang nyata, kita secara alami berkewajiban untuk mematuhi Nizam-e-Jama'at. Namun, lebih mudah diucapkan daripada dilakukan, terutama, jika ketaatan mengharuskan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan keinginan dan harapan kita sendiri. Dalam kehidupan kita sehari-hari, Ketaatan pada Nizam-e-Jama'at praktis bermuara pada penghormatan dan ketaatan seorang pejabat lokal Nizam-e-Jama'at. Dan, jika Setan memiliki jalannya, ego pribadi, kesombongan dan kecemburuan menghalangi ketaatan tersebut, baik dalam bentuk kompleks superioritas tentang pengetahuan dan kebenaran seseorang, atau mentalitas korban dari beberapa perlakuan yang dianggap tidak adil, atau beberapa perbedaan pribadi. Dalam situasi seperti itu, beberapa hadits harus diingat.

Hazrat Anas (ra) meriwayatkan bahwa Nabi Suci (as) berkata:

Dengarkan dan patuhi bahkan jika seorang budak Negro, yang kepalanya seperti buah anggur, diberi wewenang atas Anda. (Bukhori)

Hadits ini menyiratkan bahwa, jika kita tidak memiliki tingkat kepatuhan ini, kita tidak hanya tidak menghormati dan tidak mematuhi orang seperti itu, kita juga tidak menghormati dan tidak mematuhi Nizam yang menempatkannya dalam otoritas.

Demikian pula, Hazrat Abu Hurairah (ra) meriwayatkan bahwa Nabi Suci (as) berkata:

Anda wajib mendengar dan taat dalam suka dan duka, suka atau tidak suka, dan bahkan ketika Anda diperlakukan tidak adil. (Muslim)

Untuk mempraktikkan tingkat kepatuhan ini, kita harus memisahkan perbedaan pribadi kita dari Nizam-e-Jama'at. Tentu saja, kita harus menyelesaikan perbedaan pribadi kita lebih cepat daripada nanti dan melakukannya di dalam Nizam-e-Jama'at. Namun, sementara itu, jika kita tidak mampu menghormati seorang perwira sebagai pribadi, kita harus menghormati dan menaatinya sebagai wajah Nizam-e-Jama'at.

Sebagai Muslim Ahmadi, kita semua adalah anggota Nizam ini dan banyak dari kita juga melayani Nizam ini dalam satu kapasitas atau lainnya. Jadi, mari kita tinjau kembali apa yang diharapkan dari kita sebagai anggota dan kemudian sebagai petugas.

Sebagai Anggota Nizam-e-Jama'at, kita tidak hanya harus mematuhi Nizam ini tetapi kita harus berusaha untuk membangun dan memperkuatnya melalui partisipasi aktif, mengutamakan kepentingannya di atas semua kepentingan pribadi. Kita harus mencegah semua sinisme tentang hal itu, mengingat bahwa kepatuhan terkait erat dengan rasa hormat dan hormat. Setiap pembicaraan yang longgar, terutama di depan pemuda yang rentan atau anggota baru, dapat menodai rasa hormat Nizam-e-Jama'at dan dengan demikian menghambat kepatuhannya yang tepat. Kita tidak boleh acuh tak acuh terhadap Nizam atau hanya mengkritiknya dari pinggir; melainkan kita harus terlibat, menawarkan solusi dan menjadi bagian dari solusi tersebut dengan menjadi sukarelawan untuk membantu. Kita harus menghormati petugas dan relawan Nizam dan mengabaikan kekurangan mereka. Mereka mungkin tidak sempurna, tetapi mereka adalah yang terbaik yang kita miliki. Mereka mempersembahkan banyak pengorbanan dan menanggung banyak kesedihan karena kebaikan mereka demi cinta Allah dan Nizam ini. Kita harus ingat bahwa mereka menghadapi perjuangan dan frustrasi yang sama dalam kehidupan sehari-hari seperti kita. Kita harus membantu mereka dalam pelayanan mereka kepada Nizam dan berdoa agar mereka bisa berbuat lebih baik. Sementara petugas dan sukarelawan Nizam bukanlah penguasa dalam imajinasi apa pun, dua hadits berikut ini sangat berwawasan dan instruktif.

Hazrat Ibn Abbas (ra) meriwayatkan bahwa Nabi Suci (as) berkata:

Jika seseorang mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan di tangan seorang penguasa, dia harus menanggungnya dengan tenang, karena dia yang menyimpang dari ketaatan selebar tangan mati karena kesalahan. (Bukhori dan Muslim)

Demikian pula, Hazrat Auf bin Malik (ra) meriwayatkan bahwa Nabi Suci (as) berkata:

Penguasa terbaik Anda adalah mereka yang Anda cintai dan yang mencintai Anda, dan untuk siapa Anda berdoa dan yang berdoa untuk Anda; dan penguasa terburukmu adalah mereka yang kamu benci dan yang membencimu, dan yang kamu kutuk dan yang mengutuki kamu. (Muslim)

Dalam hal ini Hadhrat Masih Mau'ud as bersabda:

Jika penguasa adalah orang yang kejam, Anda tidak boleh berbicara buruk tentang dia; Anda harus mencoba untuk mereformasi diri Anda dan membuat diri Anda lebih baik dalam segala hal. Tuhan akan menghapusnya atau menjadikannya pria yang lebih baik. Kesulitan apa pun yang dialami seseorang, itu adalah hasil dari perbuatan jahatnya sendiri. Jika tidak, sejauh menyangkut orang percaya, Tuhan menyertainya. Tuhan sendiri yang menyediakan segala sesuatu untuknya. Saran saya kepada Anda adalah bahwa Anda harus menjadi model dari setiap kebajikan. (Malfoozat,Vol 2)

Oleh karena itu, jika kita adalah orang yang beriman sejati, sudah sepatutnya kita mencintai, menghormati dan mendoakan seluruh petugas dan abdi Nizam ini.

Cara proaktif lain untuk membangun dan memperkuat Nizam-e-Jama'at adalah dengan menganggap proses pemilu lebih serius sebagai tugas suci. Kita harus mendapat informasi yang baik tentang fungsi berbagai kantor dan terlibat penuh dalam proses pemilihan. Sangat menyakitkan untuk dicatat bahwa terkadang pemilihan kepala daerah harus ditunda karena tidak kuorum. Penundaan tersebut menunjukkan bahwa lebih dari 50% pemilih yang memenuhi syarat tidak mempedulikannya. Kemudian, setelah pemilihan diadakan, kita harus sepenuhnya menghormati, mendukung, dan bekerja sama dengan petugas yang disetujui terlepas dari apakah kita memilih orang itu atau tidak.

Sebagai Petugas Nizam-e-Jama'at, kita memiliki kewajiban untuk menciptakan dan mempromosikan lingkungan yang memungkinkan para anggota untuk terikat dan patuh pada Nizam. Kita harus berbelas kasih, memaafkan, dan berdoa kepada para anggota. Allah berfirman dalam Al-Qur'an Suci:

Maafkan mereka dan mintalah pengampunan untuk mereka, dan konsultasikan dengan mereka. (3:160)

Kita harus menghormati, berteman dan melibatkan semua anggota dan meminta masukan dan bantuan mereka dalam urusan Nizam. Kita harus menjaga fisik, moral mereka dan kebutuhan ruhani dan kesejahteraan. Kita harus bersikap baik dan sopan terhadap mereka. Hazrat Aisyah (ra) menceritakan Nabi Suci (as) berdoa:

Allah, jika orang yang berkuasa atas umatku bersikap keras terhadap mereka, jadilah Engkau juga keras terhadapnya, dan jika orang yang demikian lembut terhadap mereka, bersikaplah lembut juga padanya. (Muslim)

Demikian pula, kita harus adil dan adil dalam melaksanakan tugas Nizam kita. Hazrat Abdullah bin Amr bin A'as (ra) meriwayatkan bahwa Nabi Suci (as) berkata:

Orang benar akan ditempatkan dalam tiang-tiang cahaya di hadapan Allah. Mereka akan menjadi orang-orang yang bertindak adil dalam keputusan mereka, keluarga mereka dan urusan yang dilakukan untuk mereka. (Muslim)

Singkatnya, sebagai petugas Nizam-e-Jama'at kita harus melakukan istaghfar dan memastikan bahwa tidak ada yang menjauh dari Nizam karena kekurangan kita atau kekurangajaran yang tidak disengaja.

Sekarang, mari kita beralih persneling dan merenungkan tujuan dan aspek budaya Nizam-e-Jama'at. Mengingat bahwa ketaatan berarti kepatuhan, ketundukan, kesepakatan, kewajiban, rasa hormat, dan rasa hormat, marilah kita bertanya pada diri sendiri seberapa patuh dan patuh kita dengan Nizam-e-Jama'at dalam situasi praktis ini:

Sholat berjamaah di masjid

Membayar langganan Jemaat dan Pembantu secara teratur

Menyebarkan pesan Islam Ahmadiyah kepada orang lain

Menghadiri berbagai program Jemaat dan Pembantu lokal

Mengadopsi pedoman Jemaat tentang aturan berpakaian dan interaksi sosial

Mengikuti pedoman Jemaat tentang proses rishta-naatah

Mengikuti pedoman Jemaat pada berbagai upacara, seperti pernikahan

Mengikuti pedoman Jemaat untuk menyelesaikan perselisihan pribadi atau keluarga kita

Saudara dan saudari Muslim Ahmadi yang saya hormati, setelah mengambil bai'at, kita berkewajiban untuk Menghormati dan Mentaati Nizam-e-Jama'at dengan kemampuan terbaik kita. Hadhrat Masih Mau'ud as telah menetapkan standar yang sangat tinggi bagi para pengikutnya yang sejati. Hadhur (as) menjelaskan bahwa wawasan yang dengannya para pengikutnya mengenali dan menerimanya adalah seperti karamat (keajaiban). Dengan cahaya yang diberikan Tuhan inilah orang percaya menavigasi melalui perangkap kehidupan ini dan tetap berada di jalan yang benar. Jadi, bagi kita yang terlahir sebagai Ahmadi, kita perlu berdoa kepada Allah untuk wawasan ini dan kemudian secara sadar mengambil bai'at yang sebenarnya. Hadhrat Masih Mau'ud as menjelaskan inti baiat sebagai tauba (pertobatan) dan mengibaratkan tauba sebagai migrasi dari gaya hidup lama ke gaya hidup baru dan tidak pernah mundur. Hadhoor(as) juga menggambarkan bai'at yang sebenarnya seperti ranting yang dicangkokkan padanya. Dia mengharapkan kita menjadi cabang yang hijau dan tumbuh, bukan yang kering dan mati.

Untuk menghargai Pentingnya Ketaatan pada Nizam-e-Jama'at, kita harus melihat nilai dalam Nizam-e-Jama'at. Kita harus merenungkan penderitaan mereka yang gagal melihat nilai ini. Pada tahun-tahun awal Ahmadiyah, mereka yang tidak mematuhi Nizam kehilangan semua karunia Khilafat-e-Ahmadiyya yang mengalir melalui Nizam ini. Bahkan hari ini, carilah orang-orang yang tidak mengetahui atau acuh tak acuh terhadap Nizam yang Terberkati ini dan tanyakan, apakah mereka lebih bahagia dan lebih damai daripada mereka yang mencoba untuk menghormati dan mematuhinya?

Nizam yang diberkahi ini adalah manifestasi dari Rahmat Allah (Rahmaniyyat). Dengan menghormati dan mematuhi Nizam ini, kita bisa menjadi layak mendapatkan rahmat Allah (Rahimiyyat). Berikut adalah beberapa nilai dan karunia Nizam yang tak terhitung jumlahnya:

Nizam ini memberi kita bimbingan ilahi di bawah Khilafat-e-Ahmadiyya. Melaluinya, kita memiliki akses gratis ke nasihat tak ternilai dari Hazrat Khalifatul Masih(ab) setidaknya setiap hari Jumat.

Nizam ini seperti keluarga besar yang memberi kita identitas dan memenuhi kebutuhan sosial kita. Ini menyediakan perusahaan yang penuh kasih dari yang mulia dan benar.

Nizam ini seperti benteng tak tertembus yang melindungi kita dari kejahatan dan menawarkan kita kedamaian dan ketenangan dalam lingkungan yang saling mencintai dan menghormati. Ini memberi kita banyak kesempatan untuk tumbuh secara moral dan dan ruhani.

Nizam ini mengilhami dan memelihara harapan, beasiswa dan pengejaran tujuan kebahagiaan dan pelayanan kepada umat manusia.

Ini mengingatkan saya pada sebuah cerita. Dikatakan bahwa di istana raja, orang biasa membawa hadiah yang berbeda. Pada satu kesempatan seperti itu, seseorang membawa beberapa luddoo (permen). Seperti biasa, raja membagikannya kepada para abdi dalemnya. Semua abdi dalem menikmati luddoo yang lezat dan dengan cepat menghabiskannya, kecuali seorang lelaki tua bijak yang hanya memakan satu gigitan kecil dan tampak sangat termenung. Raja bertanya mengapa dia tidak makan dan menikmati luddoo. Orang tua itu berkata bahwa luddoo memang sangat enak dan dia sangat menikmatinya. Namun, dia mengatakan bahwa ketika dia mengambil gigitan pertama dia tidak bisa tidak memuji Allah bahwa bagaimana Dia telah mengatur seluruh sistem dan menyelaraskan banyak sumber daya sehingga seorang hamba yang rendah hati seperti dia dapat mencicipi luddoo yang lezat itu. Adalah Rahmat Allah (Rahmaniyyat) bahwa Dia menciptakan ladang, air, matahari, biji-bijian, tanaman dan bahan-bahan lainnya, petani, perantara, juru masak, dan seterusnya, sehingga dia bisa menikmati luddoo. Jadi, dia sibuk memuji Allah sambil menikmati luddoo.

Dengan cara yang sama, akan menjadi tragedi jika, setelah menerima Ahmadiyah, kita gagal untuk melihat nilai apapun dalam Nizam yang Diberkati ini, tetap bodoh dan acuh tak acuh terhadapnya, dan tidak memuji Allah atas Rahmat dan Karunia ini. Sebenarnya pertanyaannya bukan apakah ada nilai dan manfaat bagi kita dalam Nizam ini, melainkan pertanyaan sebenarnya adalah nilai dan kontribusi apa yang kita tambahkan pada Nizam ini.

Sekali lagi, setelah mengambil bai'at, ketidakpedulian dan ketidaktaatan terhadap Nizam-e-Jama'at bukanlah pilihan. Hazrat Ibn Umar (ra) meriwayatkan bahwa Nabi Suci (sa) berkata:

Dia yang meninggal setelah membuang hubungannya dengan Jemaat mati karena kesalahan. (Muslim)

Mari kita ingat bahwa Nizam ini untuk kita. Semoga kita untuk Nizam ini dan semoga Nizam ini menjadi identitas kita yang sebenarnya. Semoga Allah memungkinkan kita untuk menyadari pentingnya bai'at kita kepada Hadhrat Masih Mau'ud as dan menjalani kehidupan ketaatan yang tulus kepada Nizam-e-Jama'at yang diberkahi ini. Semoga kita selalu tumbuh seperti ranting-ranting hijau yang dicangkokkan dengan kuat ke pohon Nizam yang diberkati ini. Amin.

Nasehat-Nasehat

Jemaat Ahmadiyah di seluruh dunia bekerja atas dasar tradisi Jemaat. Tidak ada seorang Ahmadi pun yang menempuh kehidupannya hanya dengan secara ketat mengikuti penafsiran hukum daripada ketentuan-ketentuan, tetapi ia berserah diri kepada Nizam Jemaat sesuai dengan jiwa yang terkandung dalam ketentuan-ketentuan ini. Sesungguhnya, semangat dan jiwa kerja sama inilah yang merupakan landasan utama Jemaat Ahmadiyah.[13]

Referensi

  1. Kamus Almaany dalam kata النّظام
  2. rekhtadictionary dalam kata نظام
  3. Kamus Almaany dari kata جماعة
  4. https://rekhtadictionary.com/meaning-of-jamaaat
  5. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/jemaat
  6. 6,0 6,1 https://www.alislam.org/articles/importance-obedience-nizam-e-jamaat/
  7. Khotbah Jum'at Hadhrat Khalifatul Masih V (atba) 7 Sept 2007 di Jerman. https://www.alislam.org/friday-sermon/2007-09-07.html
  8. Ketentuan Dan Peraturan Tahrik Jadid Anjuman Ahmadiyah Edisi Revisi 2008 Terbitan Jemaat Ahmadiyah Indonesia 2010, hal 135-138
  9. https://www.alislam.org/urdu/pdf/Nizam-e-Khilafat-100-Years.pdf
  10. Ilham tersebut lengkapnya sbb: Aku ingin mengadakan khalifah di abad ini maka Aku menjadikan Adam. Dia (Allah) akan menghidupkan kembali agama (Islam) dan menegakkan syariat (Al-Quran)." Tadhkirah, Edisi bahasa Indonesia hal. 610, Penerbit Neratja Press 2014. (Penerbit)
  11. Hadhrat Masih Mau'ud (as) bersabda, Alhasil, Dia memperlihatkan dua macam Kudrat: Pertama, Dia memperlihatkan Tangan Kekuasaan-Nya melalui tangan para Nabi. (Al-Wasiyat, Neratja Press, Cetakan-13: 2018, hlm. 6)
  12. Al-Wasiyat, Neratja Press, Cetakan-13: 2018, hlm. 8
  13. Disadur dari buku Ketentuan dan Peraturan Tahrik Jadid Anjuman Ahmadiyah yang ditulis oleh Chaudry Hamidullah, Wakilul A'la, Tahrik Jadid Anjuman Ahmadiyah Pakistan