Mengkhidmati Agama

Revisi per 2 Agustus 2023 13.45 oleh Isa (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi '== Ayat Pertama == Allah Ta'ala berfirman, {{Arab Quran|teks-quran=لَنۡ تَنَالُوا الۡبِرَّ حَتّٰی تُنۡفِقُوۡا مِمَّا تُح...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Ayat Pertama

Allah Ta'ala berfirman,

لَنۡ تَنَالُوا الۡبِرَّ حَتّٰی تُنۡفِقُوۡا مِمَّا تُحِبُّوۡنَ ۬ؕ وَمَا تُنۡفِقُوۡا مِنۡ شَیۡءٍ فَاِنَّ اللّٰہَ بِہٖ عَلِیۡمٌ ﴿۹۳﴾

(QS Ali 'Imran 3:93)

Seberapa besar kecintaan untuk mengkhidmati agama dalam diri kita dan apakah ada antusiasme dalam diri kita untuk melakukan itu? Kemudian Hazrat Aqdas Masih Mauud as besabda pada satu kesempatan, Di dunia ini, manusia sangat mencintai kekayaan, oleh karena itu tertulis dalam ilmu Tabir mimpi bahwa jika seseorang bemmimpi melihat dirinya mengeluarkan hatinya dan memberikannya kepada seseorang, maka itu berarti kekayaan. Inilah alasan mengapa untuk meraih ketakwaan dan keimanan hakiki difirmankan

لَنۡ تَنَالُوا الۡبِرَّ حَتّٰی تُنۡفِقُوۡا مِمَّا تُحِبُّوۡنَ ۬ؕ

Kamu tidak akan pernah mencapai kebaikan sempurna, hingga kamu menginfakkan sebagian dari apa yang paling kamu cintai, karena sebagian besar dari kasih sayang dan perlakuan terhadap makhluk Tuhan menyiratkan perlunya membelanjakan harta, dan kasih sayang untuk umat manusia dan makhluk Tuhan adalah salah satu komponen keimanan, yang tanpanya keimanan tidak sempurna dan kokoh. Sebelum seseorang mempersembahkan pengorbanan, bagaimana ia bisa bermanfaat bagi orang lain? untuk memberikan manfaat dan kasih sayang kepada orang lain pengorbanan diperlukan, dan dalam ayat ini,

لَنۡ تَنَالُوا الۡبِرَّ حَتّٰی تُنۡفِقُوۡا مِمَّا تُحِبُّوۡنَ ۬ؕ

Diberikan ajaran dan petunjuk untuk berkorban.[1]

Hadhrat Masih Mau'ud (as) ini, beliau menyatakan: "Saya katakan lagi dan lagi, Allah sama sekali tidak membutuhkan pengkhidmatan kalian, tetapi merupakan karunia besar bagi Anda bahwa Dia telah memberi Anda kesempatan untuk mempersembahkan pengorbanan." [1]

Ayat Kedua

(ayat tentang Nabi Ibrohim mengkhidmati tamu)

Al-Quran secara khusus mengatakan pentingnya pengkhidmatan. Kitab itu menjelaskan mengenai pengkhidmatan Hadhrat Ibrahim as dimana disebutkan tentang kedudukan dan kualitas beliau as dalam berkhidmat. Tuan rumah yang melayani para tamu tanpa pamrih dan melakukannya dengan segera setelah menerima tamu akan dimuliakan oleh Tuhan, karena mereka mengerti bahwa dengan mengkhidmati tamu mereka akan mendapatkan ridha Tuhan. [2]

Ayat Ketiga

Saya senantiasa berdoa dan selalu kupanjatkan doa ini tanpa putus bahwa saya tidak memerlukan anak keturunan jika mereka tidak menjadi orang yang mengkhidmati agama, dan saya berdoa, semoga Allah Ta’ala menganugerahkan taufik doa ini sampai akhir nafasku.[2]


Adalah tidak mengapa bahwa orang-orang bekerja di berbagai sektor pemerintahan untuk menutupi keperluan-keperluan Jemaat. Namun, mereka hendaknya membuktikan dengan keikhlasan mereka berupa keyakinan bahwa mereka menempati pekerjaan duniawi ini bukan untuk hawa nafsu pribadinya sendiri, melainkan demi Allah Ta’ala semata. Artinya, mereka hendaknya setiap saat siap untuk berangkat kapan saja agama memerlukan mereka untuk datang, mereka meninggalkan segala-galanya dan datang untuk mengkhidmati agama.[2]


Ringkasnya, bersamaan dengan mengkhidmati agama, kita hendaknya tidak menganggap kita sedang berkorban. Melainkan, kita hendaknya menganggap itu merupakan ihsaan Allah Ta’ala bahwa Dia sedang menganugerahkan kepada kita pekerjaan bagi agama-Nya. Jika kalian tidak memahami hakikat ini, jika kalian tidak dapat menanggung diri menjadi faqir demi agama, jika kalian tidak dapat merasa bahagia meminta-minta demi agama, jika kalian tidak menganggap pengkhidmatan sebagai tugas yang lebih mulia daripada kerajaan seluruh dunia, maka iman sebesar biji sawi pun dalam diri kalian tidak dapat dianggap ada.[2]


Jika agama merupakan perkara yang berharga, jika agama milik Tuhan, maka manakala seorang penyeru dari Tuhan memanggil, “Ayolah, kita berkumpul pada agama Ilahi!”, maka orang yang mengatakan labbaik (siap!) atas seruan tersebut tidak melakukan sesuatu pengorbanan, melainkan dia mendapatkan bagian dari ihsan (anugerah kebaikan) Allah Ta’ala, kehalusan dan kemuliaan-Nya. Jika dia menganggap, walaupun hanya satu menit saja, bahwa dia sedang berkorban, tak ragu lagi adanya kemunafikan dalam dirinya. Oleh karena itu, jika seorang diantara kalian berpikir sedang berkorban ketika mengkhidmati agama, dia tidak memiliki iman. Lebih baik baginya menjauh dari jalan pengkhidmatan. Namun, jika siapa yang dianggap hina oleh dunia, kalian anggap sebagai terhormat. Siapa yang dianggap pengangguran oleh dunia, kalian anggap sebagai aktif bekerja dan apa yang dianggap oleh dunia sebagai pengorbanan, kalian memahaminya sebagai anugerah; barulah kalian dapat disebut orang beriman sejati.[2]


Sungguh, pekerjaan dan tanggung jawab kita yang terpikul di pundak kita perihal pengkhidmatan agama demikian sangat agung, kendatipun bersamaan dengan itu saya sangat menyayangkan bahwa hati kita tidak dapat membayangkannya sejauh mana. Saya melihat, orang-orang yang aktif berkhidmat demi agama beranggapan bahwa mereka telah melakukan pengorbanan dan bersamaan dengan itu pengorbanan tersebut dianggap perkara yang lebih mulia sebagaimana tadi telah saya jelaskan. Jika seseorang bekerja di jalan agama adalah pengorbanan, maka hal itu berarti agama itu adalah hal yang lebih hina dibanding orang tersebut yang telah melakukan pengorbanan di jalan agama. Padahal kenyataannya jika kita menyangka walau dalam sedetik saja bahwa kita mempersembahkan pengorbanan di saat kita bekerja demi agama, maka sesungguhnya kita mahrum (luput) dari keimanan dan bashirah (pandangan kerohanian).[2]


Hadhrat Masih Mau'ud (as) juga bersabda, "Kalian hendaknya memberikan sebagian dari harta kalian di jalan agama untuk mengkhidmati agama, barulah kemudian keimanan yang sejati dapat diketahui." [3]

Ayat Ketiga

Beliau as kemudian bersabda, “Jadi, sekarang ini perlu raihlah ilmu-ilmu modern dengan bertujuan untuk mengkhidmati agama dan meninggikan kalimat Allah.” (Raihlah ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi modern untuk digunakan bagi penyebarluasan agama.) “Dan raihlah itu dengan upaya dan kerja keras.” (Rajin-rajinlah dalam meraih ilmunya. Majukanlah bidang sains. Pergilah melakukan riset. Secara khusus saya (Hudhur V atba) berkata kepada para mahasiswa Ahmadi saat ini, ‘Berusahalah mengarah pada hal itu. Ini juga adalah sarana untuk tabligh dan sarana untuk menyebarluaskan kebaikan-kebaikan. Tatkala ilmu telah diraih, ilmu dunia adalah ilmu modern saat ini, ilmu sains, bilamana itu semua telah diraih maka akan sangat banyak tambahan jalan yang akan terbuka.’). [4]

Ayat Keempat

Pidato Khalifah ‘Umar (ra) perihal kemenangan kaum Muslimin dan sikap-sikap yang beliau wantiwantikan pada mereka. Kemenangan lahiriah berupa banyaknya kemenangan dalam peperangan adalah suatu hal yang dulu sering terjadi di banyak bangsa-bangsa. Yang amat dikhawatirkan ialah perubahan keruhanian pada umat Muslim. Bila terjadi demikian, akan Tuhan datangkan kaum lain yang lebih patut mengkhidmati agama.[5]