Niat Puasa: Perbedaan revisi
(Membuat artikel rintisan) |
(Tidak ada perbedaan)
|
Revisi per 15 Maret 2022 14.03
Niat merupakan rukun seluruh ibadah. Rasulullah (saw) pernah menyampaikan,
“Sesungguhnya setiap amalan sesuai dengan niat, dan balasan bagi seseorang itu sesuai dengan apa yang di niatkannya…” (H.R. Ibnu Majah) [1]
Seseorang yang berpuasa penting sekali bagi dirinya untuk berniat. Hadhrat Rasulullah saw. bersabda,
“Tidak ada puasa bagi yang tidak berniat di waktu malam.” (H.R. Ibnu Majah) [2]
Dalam hadits lain diriwayatkan,
“Barangsiapa yang belum berniat untuk berpuasa sebelum fajar, maka tidak ada (tidak sah) puasa baginya.” (H.R. Abu Dawud) [3]
Jika ada seseorang yang tidur dari fajar hingga sore tanpa makan minum tanpa niat puasa, maka walaupun ia tidak makan dan minum, itu tidak disebut puasa. Atau jika ada seseorang terlalu sibuk dalam perkejaan sehingga tidak ada keinginan untuk makan minum dari fajar hingga sore, maka itu pun tidak disebut puasa jika tidak didasari dengan niat puasa di waktu malam/fajar.
Jadi niat puasa itu bisa dilakukan mulai dari malam hari hingga waktu fajar kecuali ada uzur-uzur tertentu, misalnya:
- Apabila ada uzur, contohnya berita tentang munculnya hilal diterima setelah Subuh. Orang yang belum makan dan minum sebelum saat itu boleh berniat puasa dan orang itu memperoleh kesempatan untuk berpuasa.
- Jika ada uzur, misalnya seseorang tidak mengetahui bahwa Ramadhan sudah mulai dari hari itu atau ia ketiduran dan ia baru mengetahui bahwa pada waktu bangun bahwa hari ini adalah puasa atau ada alasan lain, maka ia dapat berniat puasa pada hari itu sebelum tengah hari asalkan dia tidak makan minum setelah terbit fajar.
Lafaz Niat Puasa
Untuk niat tidak memerlukan lafaz yang khusus. Niat pada hakikatnya adalah sebutan untuk keinginannya dalam hati bahwa untuk siapa ia meninggalkan makan dan minum tersebut.
Niat untuk Puasa Nafal
Berkenaan dengan niat puasa nafal, seseorang bisa berniat di tengah hari dengan syarat hingga ia berniat ia belum makan dan minum. Hal ini pernah dicontohkan Rasulullah saw. Diriwayatkan,
dari ‘Aisyah ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke rumahku dan bertanya:
“Apakah kalian memiliki sesuatu?”
kami menjawab, “Tidak.” Beliau (saw) lalu bersabda:
“Kalau begitu aku berpuasa,”
dan beliau melanjutkan puasanya. Kemudian kami mendapat hadiah sesuatu, hingga beliau akhirnya berbuka (dengan hadiah itu). ‘Aisyah berkata, “Barangkali beliau berpuasa dan kemudian membatalkan puasanya.” Aku bertanya, “Bagaimana itu?” beliau menjawab,
“Perumpamaan ini seperti orang yang keluar dengan membawa harta sedekah, lalu ia memberikan sebagian dan menahan sebagian.” (H.R. Ibnu Majah) [4]
Catatan Kaki
- ↑ H.R. Ibnu Majah, Kitab Zuhud, Bab Niat
- ↑ H.R. Ibnu Majah, Kitab Puasa, Bab Kewajiban untuk (niat) puasa sejak malam, dan bolehnya memilih saat puasa
- ↑ H.R. Abu Dawud, Kitab Puasa, Bab Niat dalam puasa
- ↑ H.R. Ibnu Majah, Kitab Puasa, Bab Kewajiban untuk (niat) puasa sejak malam, dan bolehnya memilih saat puasa