Kesetiaan Kepada Khilafat: Perbedaan revisi

Dari Isa Mujahid Islam
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
(Menyelesaikan mengumpulkan data ayat-ayat)
 
Baris 1: Baris 1:
 
== Arti Setia ==
 
== Arti Setia ==
satya artinya benar, autentik, murni, setia, jujur. Arti yang lainnya adalah berpegang teguh (pada janji, pendirian, dan sebagainya); patuh; taat. Arti berikutnya adalah tetap dan teguh hati (dalam persahabatan dan sebagainya). <ref>KBBI - Kata [https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/setia Setia] diakses 8 Juni 2022</ref>
+
Setia berasal dari Bahasa Sanksekerta yaitu satya yang artinya benar, autentik, murni, setia dan jujur.  
 +
 
 +
Arti yang lainnya adalah berpegang teguh (pada janji, pendirian, dan sebagainya); patuh; taat.  
 +
 
 +
Arti berikutnya adalah tetap dan teguh hati (dalam persahabatan dan sebagainya). <ref>KBBI - Kata [https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/setia Setia] diakses 8 Juni 2022</ref>
  
 
== Arti Khalifah ==
 
== Arti Khalifah ==
Baris 53: Baris 57:
  
 
Dia-lah Dzat yang telah menjadikan kamu di bumi pengganti orang-orang yang telah berlalu. Maka barangsiapa kafir, maka ia sendiri yang akan menanggung akibat kekafirannya. Dan kekafiran mereka itu tidak akan menambah kepada orang-orang kafir melainkan kemurkaan-Nya, dan kekafiran mereka tidak akan menambah sesuatu kepada orang-orang kafir itu melainkan kerugian semata. (QS Fatir:40)
 
Dia-lah Dzat yang telah menjadikan kamu di bumi pengganti orang-orang yang telah berlalu. Maka barangsiapa kafir, maka ia sendiri yang akan menanggung akibat kekafirannya. Dan kekafiran mereka itu tidak akan menambah kepada orang-orang kafir melainkan kemurkaan-Nya, dan kekafiran mereka tidak akan menambah sesuatu kepada orang-orang kafir itu melainkan kerugian semata. (QS Fatir:40)
 
  
 
https://ahmadiyah.id/konsep-khilafah-yang-benar-menurut-islam.html
 
https://ahmadiyah.id/konsep-khilafah-yang-benar-menurut-islam.html
Baris 66: Baris 69:
 
Dalam sebuah kitab Hadits terkenal, Musnad Ahmad oleh Imam Ahmad bin Hambal, ada sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Huzaifah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
 
Dalam sebuah kitab Hadits terkenal, Musnad Ahmad oleh Imam Ahmad bin Hambal, ada sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Huzaifah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
  
“Kenabian akan tetap berada diantara kalian selama Allah menghendaki. Kemudian akan berlaku masa khilafah yang mengikuti jejak kenabian (''khilafah ‘ala minhajin-nubuwwah''), dan akan tetap berada selama Allah berkehendak. Kemudian diikuti masa kerajaan yang merusak (''mulkan ‘adhan''), dan dia akan tetap berada selama Allah berkendak. Kemudian setelah itu akan muncul kerajaan lalim (''mulkan jabbariyyah''), dan akan tetap berada selama Allah berkehendak. Kemudian muncul kembali khilafah yang mengikuti jejak kenabian (''khilafah ‘ala minhajin nubuwwah'').
+
{{Arab Hadits|teks-hadits=تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ}}
 
 
Dalam hadits ini, janji khilafah dihubungkan dengan Kenabian pada dua kesempatan yang berbeda. Di antara dua masa khilafah tersebut disebutkan terdapat “kerajaan yang merusak” ''(mulkan ‘adhan)'' dan “kerajaan yang lali” ''(mulkan jabbariyyah).'' Inilah yang mengarah kepada istilah “''Caliphate''”. Banyak kerajaan Islam menggunakan istilah “''khalifah”,'' akan tetapi nyatanya mereka menyimpang dari ajaran kenabian.
 
 
 
Bahasa arab menunjukkan hubungan antara khilafah dan kenabian sebagai “''khilafah ‘ala minhajin-nubuwwah,'' yaitu khilafah yang mengikuti jejak kenabian. Ini berarti bahwa penerus sejati dari seorang nabi (''Khulafa)'' akan terus mengikuti sunah dari Nabi tersebut dan memimpin orang-orang beriman dengan cara yang sama sebagaimana Sang Nabi membimbing mereka.  Ini menerangkan prinsip bahwa esensi daripada ''khilafah'' itu adalah melanjutkan misi dari seorang Nabi. ''Khilafah'' dan kenabian memiliki tujuan yang sama. Al-Qur’an menjelaskan bahwa tujuan utama dari kenabian adalah perkembangan akhlak dan rohani umat manusia. Mengenai Rasulullah saw Al-Qur’an menyatakan:
 
 
 
“Kami utus kepadamu seorang Rasul dari antara kamu yang membacakan Ayat-ayat Kami kepadamu dan menyucikan kamu dan mengajar kamu Kitab dan hikmah dan mengajar kamu apa yang belum kamu ketahui.” (2:152).
 
 
 
Ayat ini menjelaskan empat tujuan dari seorang Nabi :
 
 
 
# Membacakan ayat-ayat Allah untuk menguatkan keimanan kepada tauhid Ilahi dan beribadah hanya kepada-Nya.
 
# Menyucikan jiwa-jiwa dengan memberikan perubahan akhlak dalam perilaku manusia, dengan menciptakan rasa saling mencintai, rasa simpati dan persatuan dalam diri orang-orang yang beriman dan dengan menyingkirkan kecenderungan untuk berbuat dosa dari dalam hati orang-orang yang beriman.
 
# Mengajarkan Al-Kitab, yaitu Al-Qur’an yang berisi hukum dan perintah-perintah Tuhan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan penuh kebaikan.
 
# Mengajarkan Hikmah yang menekankan kaidah-kaidah alam dan sosial untuk meningkatkan pengetahuan manusia.
 
  
Jadi keempat tujuan ini – yang terkait dengan perkembangan rohani, akhlak, sosial dan intelektual manusia – akan terus menjadi tujuan utama orang-orang yang bertakwa dan ''khilafah'' ‘yang dibimbing Allah’ yang mengikuti jejak dari Nabi Muhammad saw.
+
Artinya, “Kenabian akan tetap berada diantara kalian selama Allah menghendaki. Kemudian akan berlaku masa khilafah yang mengikuti jejak kenabian (khilafah ‘ala minhajin-nubuwwah), dan akan tetap berada selama Allah menghendaki. Kemudian diikuti masa kerajaan yang merusak (mulkan ‘adhan), dan dia akan tetap berada selama Allah menghendaki. Kemudian setelah itu akan muncul kerajaan lalim (mulkan jabbariyyah), dan akan tetap berada selama Allah menghendaki. Kemudian muncul kembali khilafah yang mengikuti jejak kenabian (khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).” (H.R. Ahmad) <ref>[https://pustaka.isa.web.id/ref/hds-e867723c-bda0-4fea-bdce-0774d6f3cb06 Hadits tentang Masa Kekhalifahan dan Kerajaan]</ref>
  
 
== Pentingnya Khilafat ==
 
== Pentingnya Khilafat ==

Revisi terkini pada 8 Juni 2022 10.16

Arti Setia

Setia berasal dari Bahasa Sanksekerta yaitu satya yang artinya benar, autentik, murni, setia dan jujur.

Arti yang lainnya adalah berpegang teguh (pada janji, pendirian, dan sebagainya); patuh; taat.

Arti berikutnya adalah tetap dan teguh hati (dalam persahabatan dan sebagainya). [1]

Arti Khalifah

Khilafat atau Khilafah berarti suksesi atau penggantian, dan Khalifah adalah penerus seorang Nabi Allah yang tujuannya adalah melanjutkan tugas-tugas reformasi dan tarbiyat akhlak yang disemaikan oleh Nabi.[2] Al-Qur’an secara spesifik menggunakan istilah khulafa untuk mengindikasikan perlakuan khusus Allah Ta’ala kepada orang-orang, tidak hanya dengan menganugerahkan kepada mereka kekuatan dunia, tetapi secara lebih spesifik sebagai anugerah rohani yang diberikan kepada mereka yang bertakwa. Dalam pengertian ini, untuk mendapatkan karunia khilafah, diperlukan kewaspadaan untuk menghadapi berbagai bentuk ujian dan cobaan bagi orang-orang yang bertakwa (QS 6:166 dan 10:15).[3]

Jamaah pengikut Nabi Allah terus memelihara akidah dan sunnah-sunnah di bawah berkat lembaga Khilafah selama Allah kehendaki.

Hazrat Mirza Bashir Ahmad ra menulis:

Tuhan Yang Maha Kuasa melakukan segala sesuatu melalui kebijaksanaan dan pandangan ke depan, dan selalu memiliki alasan dan logika yang baik di baliknya. Menurut hukum alam, manusia hanya memiliki rentang hidup yang terbatas, namun tugas perbaikan dan pembinaan masyarakat membutuhkan waktu yang lebih lama. Jadi, Allah telah menegakkan sistem Khilafah setelah sistem Kenabian. Khalifah meneruskan dan menjalankan tugas Nabi. Benih yang disemaikan oleh Nabi dilindungi dan dipelihara oleh Khalifah sampai menjadi pohon yang kuat dan kokoh. Ini menunjukkan bahwa sesungguhnya Khilafah adalah cabang atau ranting dari sistem Kenabian, karena itulah Rasulullah saw bersabda bahwa setelah setiap Nabi berlalu, sistem Khilafah didirikan.[4] [2]

Khilafah Ahmadiyah merupakan sebuah lembaga yang murni memiliki tujuan menuntun manusia kepada jalan ketakwaan, membawa persatuan bangsa-bangsa di dunia, dan untuk menciptakan perdamaian dan keamanan dengan cara menjaga kemerdekaan, kehidupan dan kehormatan seluruh umat manusia! Khilafah Ahmadiyah sangat berbeda  dalam berbagai hal dengan “khalifah” terdahulu yang bersifat monarki. Khalifah dipilih dengan sarana dan bantuan doa yang berdasarkan kesalehan dan ketakwaan.[3]

Khilafah Ahmadiyah sangat berbeda sekali dengan angan-angan sebagian kelompok Islam yang mamahami Khilafah sebagai kekuasaan politik dan militer di seluruh dunia. Khilafah Ahmadiyah tidak bersifat politik; tetapi bersifat rohani dan keagamaan. Jadi, Ahmadiyah mendukung konsep “pemisahan antara negara dan agama”. Dengan tetap menghormati keinginan beberapa pihak untuk mengambil berbagai macam jenis sistem politik yang sesuai untuk mereka yang baik bagi administrasi publik mereka, Ahmadiyah tidak mengharapkan kekuasaan politik. Walaupun negara Islam yang ideal menghendaki suatu kepala pemerintahan untuk menjalankan kekuasaan sekuler dan keagamaan, lembaga Khilafah dapat dan harus tetap fokus kepada permasalahan akhlak dan kerohanian saja, memberikan tuntunan yang diperlukan oleh para pemimpin politik agar dapat menciptakan keadilan dan keharmonisan sosial.[3]

Sebagai kesimpulan, Khilafah Ahmadiyah telah berhasil muncul sebagai kekuatan utama di kalangan umat Islam lainnya dalam mengikuti sunnah yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Khilafah Ahmadiyah bekerja untuk menegakkan keyakinan pada Tauhid Ilahi di seluruh dunia. Khilafah Ahmadiyah mengajarkan Al-Qur’an, dan menyebarkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Khilafah Ahmadiyah berusaha dalam menegakkan persamaan hak diantara orang-orang yang berbeda ras dan suku. Khilafah Ahmadiyah mendorong perubahan akhlak setiap orang, mengajarkan cinta dan saling menghormati. Di atas semua itu, Khilafah Ahmadiyah membantu manusia untuk mewujudkan hubungan yang hidup dan penuh cinta kepada Allah.[3]

Ayat tentang Khilafat

QS 24:56

Allah Ta'ala berfirman,

وَعَدَ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡکُمۡ وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَیَسۡتَخۡلِفَنَّہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ کَمَا اسۡتَخۡلَفَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ۪ وَلَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ الَّذِی ارۡتَضٰی لَہُمۡ وَلَیُبَدِّلَنَّہُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ خَوۡفِہِمۡ اَمۡنًا ؕ یَعۡبُدُوۡنَنِیۡ لَا یُشۡرِکُوۡنَ بِیۡ شَیۡئًا ؕ وَمَنۡ کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿۵۶﴾

Artinya, Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari antara kamu dan berbuat amal shaleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu khalifah di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah orang-orang yang sebelum mereka ; dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka, yang telah Dia ridhai bagi mereka; dan niscaya Dia akan menggantikan mereka sesudah ketakutan mereka dengan keamanan. Mereka akan menyembah Aku, dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan Aku. Dan barangsiapa ingkar sesudah itu, mereka itulah orang-orang yang durhaka. (Q.S An-Nuur [24]: 56).[2]

Khilafah berusaha menumbuhkan Tauhid Ilahi agar dapat membuat manusia menjadi orang yang selalu beribadah, beramal saleh, hidup dengan merdeka, dan menciptakan perdamaian.[3]

QS 2:31

وَاِذۡ قَالَ رَبُّکَ لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اِنِّیۡ جَاعِلٌ فِی الۡاَرۡضِ خَلِیۡفَۃً ؕ قَالُوۡۤا اَتَجۡعَلُ فِیۡہَا مَنۡ یُّفۡسِدُ فِیۡہَا وَیَسۡفِکُ الدِّمَآءَ ۚ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِکَ وَنُقَدِّسُ لَکَ ؕ قَالَ اِنِّیۡۤ اَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُوۡنَ ﴿۳۱﴾

Dan ingatlah ketika Tuhan engkau berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi”, akan mereka berkata: “Apakah darah di Engkau menjadikan di bumi orang yang akan membuat kerusakan dan akan menumpahkan dalamnya, padahal kami ber-tasbih dengan pujian Engkau dan kami mensucikan Engkau?” Dia berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah:31)

QS 38:27

یٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلۡنٰکَ خَلِیۡفَۃً فِی الۡاَرۡضِ فَاحۡکُمۡ بَیۡنَ النَّاسِ بِالۡحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الۡہَوٰی فَیُضِلَّکَ عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ اِنَّ الَّذِیۡنَ یَضِلُّوۡنَ عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ لَہُمۡ عَذَابٌ شَدِیۡدٌۢ بِمَا نَسُوۡا یَوۡمَ الۡحِسَابِ ﴿٪۲۷﴾

“Hai Daud, sesungguhnya Kami telah menjadikan engkau khalifah di bumi, maka hakimilah di antara manusia dengan adil, dan janganlah mengikuti hawa nafsu, jangan-jangan ia menyesatkan engkau dari jalan Allah.” Sesungguhnya orang-orang yang tersesat dari jalan Allah bagi mereka ada azab yang keras disebabkan mereka telah lupa akan Hari Penghitungan. (QS Sad:27)

QS 7:70

اَوَعَجِبۡتُمۡ اَنۡ جَآءَکُمۡ ذِکۡرٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ عَلٰی رَجُلٍ مِّنۡکُمۡ لِیُنۡذِرَکُمۡ ؕ وَاذۡکُرُوۡۤا اِذۡ جَعَلَکُمۡ خُلَفَآءَ مِنۡۢ بَعۡدِ قَوۡمِ نُوۡحٍ وَّزَادَکُمۡ فِی الۡخَلۡقِ بَصۜۡطَۃً ۚ فَاذۡکُرُوۡۤا اٰلَآءَ اللّٰہِ لَعَلَّکُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ ﴿۷۰﴾

”Apakah kamu merasa heran bahwa telah datang kepadamu suatu nasehat dari Tuhan-mu dengan perantaraan seorang laki-laki dari antaramu supaya ia memperingatkanmu? Dan ingat-lah ketika Dia menjadikanmu pewaris-pewaris karunia-Nya se-telah kaum Nuh, dan melebihkanmu dalam kekuatan jasmani, maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu berhasil.” (QS Al-A’raf:70)

QS 7:75

وَاذۡکُرُوۡۤا اِذۡ جَعَلَکُمۡ خُلَفَآءَ مِنۡۢ بَعۡدِ عَادٍ وَّبَوَّاَکُمۡ فِی الۡاَرۡضِ تَتَّخِذُوۡنَ مِنۡ سُہُوۡلِہَا قُصُوۡرًا وَّتَنۡحِتُوۡنَ الۡجِبَالَ بُیُوۡتًا ۚ فَاذۡکُرُوۡۤا اٰلَآءَ اللّٰہِ وَلَا تَعۡثَوۡا فِی الۡاَرۡضِ مُفۡسِدِیۡنَ ﴿۷۵﴾

“Dan ingatlah saata Dia menjadikanmu pewaris-pewaris karunia-Nya sesudah kaum ‘Ād, dan Dia menempatkanmu di bumi; kamu mendirikan istana-istana di atas tanah-tanah datarnya dan bkamu memahat gunung-gunung untuk dibuat rumah-rumah. Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu dengan sengaja membuat kerusakan di muka bumi.” (QS Al-A’raf:75)

QS 6:166

وَہُوَ الَّذِیۡ جَعَلَکُمۡ خَلٰٓئِفَ الۡاَرۡضِ وَرَفَعَ بَعۡضَکُمۡ فَوۡقَ بَعۡضٍ دَرَجٰتٍ لِّیَبۡلُوَکُمۡ فِیۡ مَاۤ اٰتٰکُمۡ ؕ اِنَّ رَبَّکَ سَرِیۡعُ الۡعِقَابِ ۫ۖ وَاِنَّہٗ لَغَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ ﴿۱۶۶﴾٪

Dan Dialah Yang menjadikan kamu penerus-penerus kaum terdahulu di bumi, dan yang meninggikan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam derajat supaya Dia mengujimu dengan apa-apa yang telah Dia berikan kepadamu. Sesungguhnya engkau sangat cepat hukuman Tuhan-Nya; dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS Al-An'am:166)

QS 10:15

ثُمَّ جَعَلۡنٰکُمۡ خَلٰٓئِفَ فِی الۡاَرۡضِ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ لِنَنۡظُرَ کَیۡفَ تَعۡمَلُوۡنَ ﴿۱۵﴾

Kemudian, Kami jadikan kamu pengganti-pengganti mereka di muka bumi ini sesudah mereka, supaya Kami menyaksikan bagaimana kamu beramal. (QS Yunus:15)

QS 27:63

اَمَّنۡ یُّجِیۡبُ الۡمُضۡطَرَّ اِذَا دَعَاہُ وَیَکۡشِفُ السُّوۡٓءَ وَیَجۡعَلُکُمۡ خُلَفَآءَ الۡاَرۡضِ ؕ ءَاِلٰہٌ مَّعَ اللّٰہِ ؕ قَلِیۡلًا مَّا تَذَکَّرُوۡنَ ﴿ؕ۶۳﴾

Atau, siapakah yang mengabulkan doa orang yang sengsara apabila ia berdoa kepada-Nya, dan melenyapkan keburukan, fdan menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi? Adakah tuhan lain bersama Allah? Sangat sedikit kamu mengambil nasihat. (QS An-Naml:63)

QS 35:39-40

اِنَّ اللّٰہَ عٰلِمُ غَیۡبِ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ ؕ اِنَّہٗ عَلِیۡمٌۢ بِذَاتِ الصُّدُوۡرِ ﴿۳۹﴾ ہُوَ الَّذِیۡ جَعَلَکُمۡ خَلٰٓئِفَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ فَمَنۡ کَفَرَ فَعَلَیۡہِ کُفۡرُہٗ ؕ وَلَا یَزِیۡدُ الۡکٰفِرِیۡنَ کُفۡرُہُمۡ عِنۡدَ رَبِّہِمۡ اِلَّا مَقۡتًا ۚ وَلَا یَزِیۡدُ الۡکٰفِرِیۡنَ کُفۡرُہُمۡ اِلَّا خَسَارًا ﴿۴۰﴾

Sesungguhnya Allah mengetahui segala yang gaib di seluruh langit dan bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui benar apa yang ada dalam dada manusia. (Fatir:39)

Dia-lah Dzat yang telah menjadikan kamu di bumi pengganti orang-orang yang telah berlalu. Maka barangsiapa kafir, maka ia sendiri yang akan menanggung akibat kekafirannya. Dan kekafiran mereka itu tidak akan menambah kepada orang-orang kafir melainkan kemurkaan-Nya, dan kekafiran mereka tidak akan menambah sesuatu kepada orang-orang kafir itu melainkan kerugian semata. (QS Fatir:40)

https://ahmadiyah.id/konsep-khilafah-yang-benar-menurut-islam.html

https://ahmadiyah.id/khilafat-ahmadiyah-dan-dunia-islam.html

https://ahmadiyah.id/apakah-khilafah-dalam-islam-untuk-menaklukkan-dunia.html

https://ahmadiyah.id/khalifah-sebagai-imam.html

Hadits tentang Khilafat

Dalam sebuah kitab Hadits terkenal, Musnad Ahmad oleh Imam Ahmad bin Hambal, ada sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Huzaifah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ

Artinya, “Kenabian akan tetap berada diantara kalian selama Allah menghendaki. Kemudian akan berlaku masa khilafah yang mengikuti jejak kenabian (khilafah ‘ala minhajin-nubuwwah), dan akan tetap berada selama Allah menghendaki. Kemudian diikuti masa kerajaan yang merusak (mulkan ‘adhan), dan dia akan tetap berada selama Allah menghendaki. Kemudian setelah itu akan muncul kerajaan lalim (mulkan jabbariyyah), dan akan tetap berada selama Allah menghendaki. Kemudian muncul kembali khilafah yang mengikuti jejak kenabian (khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).” (H.R. Ahmad) [5]

Pentingnya Khilafat

https://ahmadiyah.id/pentingnya-khilafah.html

Ajaran Islam meletakkan masalah kesetiaan dalam tahapan-tahapan, yang meliputi segala kondisi dan situasi. Dengan demikian, umat muslim tidak memiliki kesulitan, ataupun kebingungan dalam hal ini. Tidak ada rasa cemas, pertentangan maupun kebingungan. Kami dapat tetap percaya diri. Kami tidak perlu merasa malu maupun ragu-ragu dalam menyikapi situasi apapun. Kesadaran yang jelas ini merupakan anugerah dari Tuhan. Kami mengakui hal ini dengan tulus dan rendah hati. Seperti dijelaskan dalam Al-Quran (4:60):

یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَطِیۡعُوا اللّٰہَ وَاَطِیۡعُوا الرَّسُوۡلَ وَاُولِی الۡاَمۡرِ مِنۡکُمۡ ۚ ...

Hai orang-orang yang beriman,taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang yang memegang kekuasaan di antaramu.”

Kalimat bahasa Arab yang berbunyi “memegang kekuasaan di antaramu” jangan diartikan bahwa kesetian kepada pemimpin atau pihak otoritas hanya terbatas pada pemimpin yang beragama Islam. Sesungguhnya tidak. Ayat tersebut mengajarkan mengenai kepatuhan kepada pemerintah ataupun pihak yang bertindak sebagai pemimpin. Kata “dari antara” (dalam bahasa Arab) juga berarti “di atas” atau “pada”. Ayat tersebut mengajarkan mengenai kesopanan serta kedisiplinan dalam hubungan masyarakat. Hal tersebut menjelaskan bahwa kesetiaan terhadap pemimpin merupakan sebuah kewajiban dalam Islam. Pemimpin serta yang dipimpin digambarkan sebagai sebuah kesatuan dalam ayat tersebut. Ayat tersebut juga menjelaskan bahwa, sebuah komunitas atau kelompok selalu terdiri dari para pemimpin dan kaum yang dipimpin. Kaum yang dipimpin memiliki kewajiban untuk mematuhi pemimpin mereka. Dengan demikian, perdebatan dalam memaknai arti dari ayat ini adalah sia-sia; memaksakan pemaknaan ayat ini dengan pendapat bahwa pemimpin yang bisa dipatuhi umat Muslim hanya pemimpin beragama Islam sudah pasti tidak masuk akal.[6]

Masih Mau’ud as, Pendiri Jemaat Ahmadiyah, menulis tentang makna ayat tersebut dengan sangat jelas:

“Al-Qur’an Suci memerintahkan, ‘Taatlah kepada Allah dan taatlah pada Rasul-Nya, dan taatlah kepada pemimpin diantaramu.’ Orang mukmin harus mematuhi mereka yang menjadi pemimpin, selain kepada Tuhan dan Rasul-Nya. Mengatakan bahwa pemerintah non-Muslim tidak termasuk ‘mereka yang memerintah’ merupakan kesalahan nyata. Karena pemerintahan dan kepemimpinan yang memiliki peraturan yang sejalan dengan syariah (tidak bertentangan dengan syariah) sesungguhnya sah untuk disebut sebagai ‘pemimpin di antara kalanganmu’. Yakni mereka yang tidak bertentangan dengan kita sesungguhnya bersama dengan kita. Al Qur’an sendiri begitu tegas dalam poin tersebut. Kepatuhan terhadap pemerintahan yang resmi merupakan hal yang sangat penting.” [7] [6]

Khilafat dan Ketaatan

https://ahmadiyah.id/khilafat-dan-ketaatan.html

Khilafat sebagai Buah Janji Ilahi

https://ahmadiyah.id/khilafat-buah-janji-ilahi.html

Khilafat dan Berkahnya

https://ahmadiyah.id/mengubah-rasa-takut-menjadi-damai-pembentukan-khilafat-dan-berkahnya.html

https://ahmadiyah.id/khotbah/khilafat/berkah-dari-allah

https://ahmadiyah.id/apa-arti-kata-khilafah-mengapa-dianggap-sebagai-sebuah-berkah.html

https://ahmadiyah.id/berkah-khilafah.html

Khilafat Ahmadiyah Tidak Berpolitik

https://ahmadiyah.id/mengapa-khilafah-ahmadiyah-tidak-memiliki-agenda-politik.html

Khilafat Ahmadiyah Sudah Lebih dari 100 Tahun

https://ahmadiyah.id/pidato-seratus-tahun-khilafah-ahmadiyah-oleh-hazrat-khalifatul-masih-v.html

Bagaimana Memilih Khalifah

https://ahmadiyah.id/siapakah-seorang-khalifah-itu-dan-bagaimana-pemilihannya.html

https://ahmadiyah.id/bagaimana-khalifah-ahmadiyah-dipilih.html

Sebagaimana Allah mengangkat seorang Nabi, Dia juga yang mengangkat seorang Khalifah. Dia memilih orang yang paling layak untuk menjadi seorang Khalifah, dan membimbing golongan mukmin yang bertakwa untuk mewujudkan Kehendak-Nya melalui suatu proses pemilihan Khalifah. Dengan demikian, mungkin tampaknya Khalifah dipilih oleh sekelompok orang bertakwa, tapi sebenarnya Kehendak Allah-lah yang membimbing jiwa mereka untuk memilih Khalifah Pilihan-Nya. Begitu seorang Khalifah terpilih, dia akan menjadi Khalifah seumur hidupnya sebagai bukti hidup dari Kehendak Tuhan.

Khilafah mengukuhkan kekuasaan Allah di bumi, dan Khalifah berjuang untuk menegakkan kekuasaan itu di dalam jamaah pengikutnya. Bagi orang-orang yang beriman, Khilafah adalah perwujudan Tauhid Ilahi, karena mereka memilih untuk menerima kekuasaan Ilahi melalui pribadi Khalifah. Orang-orang beriman mengambil bagian dari berkat Khilafah dengan memegang teguh iman dan amalan-amalan mereka, bersatu di bawahnya.[2]

Referensi

  1. KBBI - Kata Setia diakses 8 Juni 2022
  2. 2,0 2,1 2,2 2,3 Tentang Khilafah diakses 8-Jun-2022
  3. 3,0 3,1 3,2 3,3 3,4 Konsep Khilafah Yang Benar Menurut Islam diakses 8-Jun-2022
  4. Buku Selamat Datang di Ahmadiyah
  5. Hadits tentang Masa Kekhalifahan dan Kerajaan
  6. 6,0 6,1 Setia Kepada Agama Atau Pemerintah? diakses 8 Juni 2022
  7. Works and Speeches, Vol (i), hlm. 261