Takdir
Allah Ta'ala berfirman,
Untuknya (rasul itu), ada pergiliran malaikat-malaikat di hadapannya dan di belakangnya; mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka. Dan apabila Allah memutuskan untuk menghukum suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menghindarkannya, dan tidak ada pula bagi mereka penolong selain dari Dia. (QS Ar-Ra'd 13:12)
Diriwayatkan,
...Dia (Malaikat Jibril) bertanya lagi, 'Kabarkanlah kepadaku tentang iman itu? ' Beliau menjawab: "Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk."... (H.R. Muslim) [1]
Nasehat Rasulullah (saw)
Diriwayatkan,
dari Jabir bin 'Abdullah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang hamba tidak dikatakan beriman sampai dia mengimani tentang takdir yang baik dan takdir yang buruk, sampai dia mengetahui bahwa apa yang menimpanya tidak mungkin akan meleset darinya, dan sesuatu yang tidak ditetapkan atasnya tidak akan mungkin mengenainya." (H.R. Al-Bukhari) [2]
Diriwayatkan,
dari Abdullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seorang yang jujur lagi di benarkan, bersabda: "Sungguh salah seorang diantara kalian dihimpun dalam perut ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal darah juga seperti itu, kemudian menjadi segumpal daging juga seperti itu, kemudian Allah mengutus malaikat dan diperintahkannya dengan empat hal, rejekinya, ajalnya, sengsara ataukah bahagia, demi Allah, sungguh salah seorang diantara kalian, atau sungguh ada seseorang yang telah mengamalkan amalan-amalan penghuni neraka, sehingga tak ada jarak antara dia dan neraka selain sehasta atau sejengkal, tetapi takdir mendahuluinya sehingga ia mengamalkan amalan penghuni surga sehingga ia memasukinya. Dan sungguh ada seseorang yang mengamalkan amalan-amalan penghuni surga, sehingga tak ada jarak antara dia dan neraka selain sehasta atau dua hasta, lantas takdir mendahuluinya sehingga ia melakukan amalan-amalan penghuni neraka sehingga ia memasukinya." (H.R. Al-Bukhari) [3]
Diriwayatkan,
dari Ali radliallahu 'anhu ia berkata; Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berada dalam rombongan pelayat Jenazah, lalu beliau mengambil sesuatu dan memukulkannya ke tangah. Kemudian beliau bersabda: "Tidak ada seorang pun, kecuali tempat duduknya telah ditulis di neraka dan tempat duduknya di surga." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, kalau begitu, bagaimana bila kita bertawakkal saja terhadap takdir kita tanpa beramal?" beliau menajawab: "Ber'amallah kalian, karena setiap orang akan dimudahkan kepada yang dicipta baginya. Barangsiapa yang diciptakan sebagai Ahlus Sa'adah (penduduk surga), maka ia akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan Ahlus Sa'adah. Namun, barangsiapa yang diciptakan sebagai Ahlusy Syaqa` (penghuni neraka), maka ia akan dimudahkan pula untuk melakukan amalan Ahlusy Syaqa`." Kemudian beliau membacakan ayat:
(Dan barangsiapa yang memberi, dan bertakwa serta membenarkan kebaikan).." (H.R. Al-Bukhari) [4]
Doa Agar Terhindar dari Takdir yang Buruk
Rasulullah saw bersabda:
dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Mintalah perlindungan kepada Allah dari cobaan yang menyulitkan, kesengsaraan yang menderitakan, takdir yang buruk dan cacian musuh." (H.R. Al-Bukhari) [5]
Jadi doanya sebagai berikut:
Aku berlindung kepada Allah dari cobaan yang menyulitkan, kesengsaraan yang menderitakan, takdir yang buruk dan cacian musuh.
Sabda Hadhrat Masih Mau'ud (as)
Hadhrat Masihil Mau’ud as. bersabda: “Begitu besar tugas dan tanggung jawab kita untuk merubah takdir dunia, memang benar bahwa takdir itu Allah-lah yang merubahnya, Namun tadbir (usaha-usaha manusia) pun cukup berperan dan menentukan didalamnya. Namun tanpa nusrat dan inayah-Nya, hal tersebut sedikitpun tidak akan dapat terjadi. Kalian harus terus maju di dalam mengemban tugas Mulia ini.” [6]
Memang benar demikian. Tetapi ada pula manusia yang mempertanyakan mengapa takdir Ilahi terdiri dari dua bagian. Jawabannya adalah dengan melihat pengalaman kita sendiri yang menjadi saksi atas suatu kenyataan bahwa ketika seseorang menghadapi situasi yang amat mengancam dirinya, jika ia menggiatkan doa atau shalat, sedekah dan infaq, ternyata situasi demikian kemudian bisa dihindari. Karena itu sepatutnya kita meyakini takdir Ilahi yang dikenal sebagai ‘Mu'allaq’ atau ‘qadla yang tertunda’ nyatanya memang ada. Kalau bukan takdir jenis ini dan yang ada ialah ‘takdir yang tidak bisa diubah’ atau ‘Mubram’ maka doa, shalat dan sedekah tidak akan membawa pengaruh.
Lalu mengapa suatu situasi yang amat berbahaya bisa dihindari melalui doa dan sedekah? Yang perlu disadari ialah ada beberapa kehendak Ilahiah yang sifatnya hanya bertujuan menanamkan rasa takut kepada Tuhan serta mengingatkan manusia kepada kemanjuran doa. Melalui doa, sedekah dan amal saleh, banyak sekali ketakutan dan mara bahaya yang bisa dihindarkan.[7]
Yang patut diingat ialah Al-Quran tidak membatasi segalanya dalam cakupan sistem kausa fisika, tetapi lebih pada menuntun umat manusia kepada ketauhidan Ilahi yang hakiki. Kebanyakan orang tidak memahami fitrat daripada doa dan juga tidak mengerti makna pertalian antara doa dengan takdir Ilahi. Allah selalu sw t membuka jalan bagi doa dan tidak akan menolak permohonan mereka. Baik bagi doa mau pun takdir Ilahi, Allah telah menetapkan kapan sw t saatnya yang tepat. Melalui doa, salah satu fitrat Maha Pemelihara telah dianugrahkan Allah kepada sw t mereka yang menyembah-Nya sebagaimana dinyatakan dalam AlQuran:
Tuhan kalian berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkan doamu...’ (QS. Al-Mumin 40:61)
Karena itulah aku selalu menyatakan bahwa Tuhan umat Muslim selalu mendengar permohonan mereka, sedangkan tuhan yang tidak pernah mencipta senoktah apa pun atau dikatakan telah mati karena aniaya bangsa Yahudi, bagaimana mungkin ia bisa mengabulkan?
Tidaklah bijak mencari kesepakatan di antara kondisi pilihan bebas dengan paksaan hanya berdasarkan logika atau nalar semata. Sia-sia saja kalian mencoba memahami rahasia Ilahiah. Lagi pula tidak patut rasanya. Sebagaimana juga dinyatakan oleh Hazrat Rasulullah ‘Perilaku saw seorang pencari kebenaran adalah penghormatan semata.’
Qada dan qadar Ilahi memiliki kedekatan yang sangat dengan doa. Doa bisa mengelakkan berlakunya takdir yang bersifat sementara atau takdir Mu’allaq. Doa adalah sarana paling efektif guna menghindari bahaya dan kesulitan. Mereka yang meragukan keunggulan doa sesungguhnya keliru. Al-Quran mengemukakan dua aspek daripada doa. Aspek pertama, Allah swt akan memaksakan kehendak-Nya, sedangkan pada aspek yang lain, Dia mengabulkan doa seorang hamba. Dalam ayat:
‘Pasti akan Kami beri kamu cobaan dengan sedikit ketakutan dan kelaparan...’ (QS.Al-Baqarah 2:156)
Allah swt meminta kepatuhan atas kehendak-Nya. Maksudnya, tanggapan manusia terhadap takdir Ilahi yang bersifat mutlak ialah:
‘...Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali...’ (QS. Al-Baqarah 2:157)
Adapun saat kapan tiba gelombang rahmat dan berkat dari Allah swt diindikasikan dalam Al-Quran:
Tuhan kalian berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkan doamu...’ (QS. Al-Mumin 40:61)
Seorang mukminin haruslah memahami kedua aspek tersebut. Kaum Sufi menyatakan bahwa ketergantungan seseorang kepada Tuhannya belum akan sempurna sampai yang bersangkutan mampu membedakan saat dan tempat yang sesuai dalam mengajukan permohonan doa. Dikatakan bahwa seorang Sufi tidak akan berdoa sampai ia tahu telah tiba saat yang tepat untuk berdoa. Sayid Abdul Qadir Al-Jaelani menyatakan bahwa doa bisa menjadikan seorang yang kasar hatinya menjadi seorang yang lembut. Ia bahkan menyatakan kalau mara bahaya gawat yang sepertinya merupakan takdir mutlak, nyatanya dapat dihindari.
Singkat kata, yang harus selalu diingat berkenaan dengan doa ialah terkadang Allah swt mengharuskan kepatuhan hamba kepada kehendak-Nya dan pada saat lain Dia mengabulkan permohonan hamba-Nya. Dengan kata lain, Dia memperlakukan hamba-Nya laiknya seorang sahabat. Doa-doa dari Hazrat Rasulullah saw dikabulkan dalam skala besar dan karena itulah maka beliau menduduki posisi tertinggi dalam ketakwaan kepada kehendak Allah swt serta menerimanya dengan hati gembira.[8]
Referensi
- ↑ Hadits Shahih Muslim Kitab Iman, Bab Penjelasan tentang Iman, Islam dan Ihsan
- ↑ Hadits Jami' At-Tirmidzi, Kitab Qadar, Bab Beriman kepada takdir, yang baik dan yang buruk
- ↑ Hadits Shahih Al-Bukhari, Kitab Qadar, Bab Takdir
- ↑ Hadits Shahih Al-Bukhari, Kitab Tafsir Al Quran, [Bab] Surat al Lail
- ↑ Hadits Shahih Al-Bukhari, Kitab Qadar, Bab Berlindung kepada Allah dari kesusahan yang menyengsarakan dan takdir yang buruk
- ↑ Malfuzat, jld. II, hlm. 105-106).
- ↑ (Malfuzat, vol. 7, h.87-88
- ↑ Malfuzat, vol. 3, h.224- 226