Takdir
Allah Ta'ala berfirman,
(QS Ar-Ra'd 13:12)
Sabda Hadhrat Masih Mau'ud (as)
Hadhrat Masihil Mau’ud as. bersabda: “Begitu besar tugas dan tanggung jawab kita untuk merubah takdir dunia, memang benar bahwa takdir itu Allah-lah yang merubahnya, Namun tadbir (usaha-usaha manusia) pun cukup berperan dan menentukan didalamnya. Namun tanpa nusrat dan inayah-Nya, hal tersebut sedikitpun tidak akan dapat terjadi. Kalian harus terus maju di dalam mengemban tugas Mulia ini.” [1]
Memang benar demikian. Tetapi ada pula manusia yang mempertanyakan mengapa takdir Ilahi terdiri dari dua bagian. Jawabannya adalah dengan melihat pengalaman kita sendiri yang menjadi saksi atas suatu kenyataan bahwa ketika seseorang menghadapi situasi yang amat mengancam dirinya, jika ia menggiatkan doa atau shalat, sedekah dan infaq, ternyata situasi demikian kemudian bisa dihindari. Karena itu sepatutnya kita meyakini takdir Ilahi yang dikenal sebagai ‘Mu'allaq’ atau ‘qadla yang tertunda’ nyatanya memang ada. Kalau bukan takdir jenis ini dan yang ada ialah ‘takdir yang tidak bisa diubah’ atau ‘Mubram’ maka doa, shalat dan sedekah tidak akan membawa pengaruh.
Lalu mengapa suatu situasi yang amat berbahaya bisa dihindari melalui doa dan sedekah? Yang perlu disadari ialah ada beberapa kehendak Ilahiah yang sifatnya hanya bertujuan menanamkan rasa takut kepada Tuhan serta mengingatkan manusia kepada kemanjuran doa. Melalui doa, sedekah dan amal saleh, banyak sekali ketakutan dan mara bahaya yang bisa dihindarkan.[2]
Yang patut diingat ialah Al-Quran tidak membatasi segalanya dalam cakupan sistem kausa fisika, tetapi lebih pada menuntun umat manusia kepada ketauhidan Ilahi yang hakiki. Kebanyakan orang tidak memahami fitrat daripada doa dan juga tidak mengerti makna pertalian antara doa dengan takdir Ilahi. Allah selalu sw t membuka jalan bagi doa dan tidak akan menolak permohonan mereka. Baik bagi doa mau pun takdir Ilahi, Allah telah menetapkan kapan sw t saatnya yang tepat. Melalui doa, salah satu fitrat Maha Pemelihara telah dianugrahkan Allah kepada sw t mereka yang menyembah-Nya sebagaimana dinyatakan dalam AlQuran:
Tuhan kalian berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkan doamu...’ (QS. Al-Mumin 40:61)
Karena itulah aku selalu menyatakan bahwa Tuhan umat Muslim selalu mendengar permohonan mereka, sedangkan tuhan yang tidak pernah mencipta senoktah apa pun atau dikatakan telah mati karena aniaya bangsa Yahudi, bagaimana mungkin ia bisa mengabulkan?
Tidaklah bijak mencari kesepakatan di antara kondisi pilihan bebas dengan paksaan hanya berdasarkan logika atau nalar semata. Sia-sia saja kalian mencoba memahami rahasia Ilahiah. Lagi pula tidak patut rasanya. Sebagaimana juga dinyatakan oleh Hazrat Rasulullah ‘Perilaku saw seorang pencari kebenaran adalah penghormatan semata.’
Qada dan qadar Ilahi memiliki kedekatan yang sangat dengan doa. Doa bisa mengelakkan berlakunya takdir yang bersifat sementara atau takdir Mu’allaq. Doa adalah sarana paling efektif guna menghindari bahaya dan kesulitan. Mereka yang meragukan keunggulan doa sesungguhnya keliru. Al-Quran mengemukakan dua aspek daripada doa. Aspek pertama, Allah swt akan memaksakan kehendak-Nya, sedangkan pada aspek yang lain, Dia mengabulkan doa seorang hamba. Dalam ayat:
‘Pasti akan Kami beri kamu cobaan dengan sedikit ketakutan dan kelaparan...’ (QS.Al-Baqarah 2:156)
Allah swt meminta kepatuhan atas kehendak-Nya. Maksudnya, tanggapan manusia terhadap takdir Ilahi yang bersifat mutlak ialah:
‘...Sesungguhnya kami kepunyaan Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami akan kembali...’ (QS. Al-Baqarah 2:157)
Adapun saat kapan tiba gelombang rahmat dan berkat dari Allah swt diindikasikan dalam Al-Quran:
Tuhan kalian berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, Aku akan mengabulkan doamu...’ (QS. Al-Mumin 40:61)
Seorang mukminin haruslah memahami kedua aspek tersebut. Kaum Sufi menyatakan bahwa ketergantungan seseorang kepada Tuhannya belum akan sempurna sampai yang bersangkutan mampu membedakan saat dan tempat yang sesuai dalam mengajukan permohonan doa. Dikatakan bahwa seorang Sufi tidak akan berdoa sampai ia tahu telah tiba saat yang tepat untuk berdoa. Sayid Abdul Qadir Al-Jaelani menyatakan bahwa doa bisa menjadikan seorang yang kasar hatinya menjadi seorang yang lembut. Ia bahkan menyatakan kalau mara bahaya gawat yang sepertinya merupakan takdir mutlak, nyatanya dapat dihindari.
Singkat kata, yang harus selalu diingat berkenaan dengan doa ialah terkadang Allah swt mengharuskan kepatuhan hamba kepada kehendak-Nya dan pada saat lain Dia mengabulkan permohonan hamba-Nya. Dengan kata lain, Dia memperlakukan hamba-Nya laiknya seorang sahabat. Doa-doa dari Hazrat Rasulullah saw dikabulkan dalam skala besar dan karena itulah maka beliau menduduki posisi tertinggi dalam ketakwaan kepada kehendak Allah swt serta menerimanya dengan hati gembira.[3]